KONSEP-KONSEP DASAR PENDIDIKAN ANAK
USIA DINI
A. Pengertian
dan Karakteristik Anak Usia Dini
Dalam undang-undang tentang sistem
pendidikan nasional dinyatakan bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu
upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam
tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki
kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (UU Nomor 20 Tahun 2003 Bab I
Pasal 1 Ayat 14).
Anak usia dini adalah anak yang baru
dilahirkan sampai usia 6 tahun. Usia ini merupakan usia yang sangat menentukan
dalam pembentukan karakter dan kepribadian anak (Yuliani Nurani Sujiono, 2009:
7). Usia dini merupakan usia di mana anak mengalami pertumbuhan dan
perkembangan yang pesat. Usia dini disebut sebagai usia emas (golden age).
Makanan yang bergizi yang seimbang serta stimulasi yang intensif sangat
dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tersebut.
Ada berbagai kajian tentang
hakikat anak usia dini, khususnya anak TK diantaranya oleh Bredecam dan Copple,
Brener, serta Kellough (dalam Masitoh dkk., 2005: 1.12 – 1.13) sebagai berikut.
1. Anak bersifat unik.
2. Anak mengekspresikan
perilakunya secara relatif spontan.
3. Anak bersifat aktif
dan enerjik.
4. Anak itu egosentris.
5. Anak memiliki rasa ingin
tahu yang kuat dan antusias terhadap banyak hal.
6. Anak bersifat
eksploratif dan berjiwa petualang.
7. Anak umumnya kaya
dengan fantasi.
8. Anak masih mudah
frustrasi.
9. Anak masih kurang
pertimbangan dalam bertindak.
10. Anak memiliki daya
perhatian yang pendek.
11. Masa anak merupakan
masa belajar yang paling potensial.
12. Anak semakin
menunjukkan minat terhadap teman.
B. Prinsip-prinsip Perkembangan
Anak Usia Dini
Prinsip-prinsip perkembangan anak
usia dini berbeda dengan prinsip-prinsip
perkembangan fase kanak-kanak akhir dan seterusnya. Adapun
prinsip-prinsip perkembangan anak usia dini menurut Bredekamp dan Coople (Siti
Aisyah dkk., 2007 : 1.17 – 1.23) adalah sebagai berikut.
1. Perkembangan aspek fisik,
sosial, emosional, dan kgnitif anak saling berkaitan dan saling
mempengaruhi satu sama lain.
2. Perkembangan fisik/motorik,
emosi, social, bahasa, dan kgnitif anak terjadi dalam suatu urutan tertentu
yang relative dapat diramalkan.
3. Perkembangan berlangsung
dalam rentang yang bervariasi antar anak dan antar bidang pengembangan dari
masing-masing fungsi.
4. Pengalaman awal anak
memiliki pengaruh kumulatif dan tertunda terhadap perkembangan anak.
5. Perkembangan anak
berlangsung ke arah yang makin kompleks, khusus, terorganisasi dan
terinternalisasi.
6. Perkembangan
dan cara belajar anak terjadi dan dipengaruhi oleh konteks social
budaya yang majemuk.
7. Anak adalah pembelajar
aktif, yang berusaha membangun pemahamannya tentang tentang lingkungan sekitar
dari pengalaman fisik, sosial, dan pengetahuan yang diperolehnya.
8. Perkembangan dan belajar
merupakan interaksi kematangan biologis dan lingkungan, baik lingkungan fisik
maupun lingkungan sosial.
9. Bermain merupakan sarana
penting bagi perkembangan social, emosional, dan kognitif anak serta
menggambarkan perkembangan anak.
10. Perkembangan akan
mengalami percepatan bila anak berkesempatan untuk mempraktikkan berbagai
keterampilan yang diperoleh dan mengalami tantangan setingkat lebih tinggi dari
hal-hal yang telah dikuasainya.
11. Anak memiliki
modalitas beragam (ada tipe visual, auditif, kinestetik, atau gabungan dari
tipe-tipe itu) untuk mengetahui sesuatu sehingga dapat belajar hal yang berbeda
pula dalam memperlihatkan hal-hal yang diketahuinya.
12. Kondisi terbaik anak untuk
berkembang dan belajar adalam dalam komunitas yang menghargainya, memenuhi
kebutuhan fisiknya, dan aman secara fisik dan fisiologis.
C. Pendidikan Anak
Usia Dini
1. Jalur Penyelenggaraan
Pendidikan Anak Usia Dini
Dalam undang-undang tentang sistem
pendidikan nasional dinyatakan bahwa pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah
suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia
enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki
kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (UU Nomor 20 Tahun 2003
(Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional) Bab I Pasal 1 Ayat 14).
Dalam pasal 28 ayat 3 Undang-undang
Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa pendidikan anak usia dini pada
jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-kanak (TK), Raudathul Athfal,
atau bentuk lain yang sederajat.
2. Satuan Pendidikan Anak
Usia Dini
Satuan pendidikan anak usia dini
merupakan institusi pendidikan anak usia dini yang memberikan layanan
pendidikan bagi anak usia lahir sampai dengan 6 tahun. Di Indonesia ada
beberapa lembaga pendidikan anak usia dini yang selama ini sudah dikenal oleh
masyarakat luas, yaitu:
a. Taman Kanak-kanak (TK) atau
Raudhatul Atfal (RA)
TK merupakan bentuk satuan
pendidikan bagi anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang
menyelenggarakan pendidikan bagi anak usia 4 sampai 6 tahun, yang terbagi
menjadi 2 kelompok : Kelompok A untuk anak usia 4 – 5 tahun dan Kelompok B
untuk anak usia 5 – 6 tahun.
b. Kelompok Bermain (Play
Group)
Kelompok bermain berupakan salah
satu bentuk pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal yang
menyelenggarakan program pendidikan sekaligus program kesejahteraan bagi anak
usia 2 sampai dengan 4 tahun (Yuliani Nurani Sujiono, 2009: 23)
c. Taman Penitipan Anak (TPA)
Taman penitipan anak merupakan salah
satu bentuk pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan non formal yang
menyelenggarakan program pendidikan sekaligus pengasuhan dan kesejahteraan anak
sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun. TPA adalah wahana pendidikan dan
pembainaan kesejahteraan anak yang berfungsi sebagai pengganti keluarga untuk
jangka waktu tertentu selama orang tuanya berhalangan atau tidak memiliki waktu
yang cukup dalam mengasuh anaknya karena bekerja atau sebab lain (Yuliani
Nurani Sujiono, 2009: 24).
D. Landasan
Pendidikan Anak Usia Dini
1. Landasan Yuridis
Pendidikan Anak Usia Dini
Dalam Amandemen UUD 1945 pasal 28 B
ayat 2 dinyatakan bahwa ”Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan
berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.
Dalam UU NO. 23 Tahun 2002 Pasal 9
Ayat 1 tentang Perlindungan Anak dinyatakan bahwa ”Setiap anak berhak
memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan
tingkat kecerdasarnya sesuai dengan minat dan bakatnya”.
Dalam UU NO. 20 TAHUN 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional Bab 1, Pasal 1, Butir 14 dinyatakan bahwa
”Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada
anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan
rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”.
Sedangkan pada pasal 28 tentang Pendidikan Anak Usia Dini dinyatakan bahwa ”(1)
Pendidikan Anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar, (2)
Pendidkan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidkan formal,
non formal, dan/atau informal, (3) Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal: TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat, (4) Pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan non formal: KB, TPA, atau bentuk lain yang sederajat, (5) Pendidikan
usia dini jalur pendidikan informal: pendidikan keluarga atau pendidikan yang
diselenggarakan oleh lingkungan, dan (6) Ketentuan mengenai pendidikan anak
usia dini sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)
diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.”
2. Landasan
Filosofis Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan merupakan suatu upaya
untuk memanusiakan manusia. Artinya melalui proses pendidikan diharapkan
terlahir manusia-manusia yang baik. Standar manusia yang “baik” berbeda antar
masyarakat, bangsa atau negara, karena perbedaan pandangan filsafah yang
menjadi keyakinannya. Perbedaan filsafat yang dianut dari suatu bangsa akan
membawa perbedaan dalam orientasi atau tujuan pendidikan.
Bangsa Indonesia yang menganut
falsafah Pancasila berkeyakinan bahwa pembentukan manusia Pancasilais menjadi
orientasi tujuan pendidikan yaitu menjadikan manusia indonesia seutuhnya.Bangsa
Indonesia juga sangat menghargai perbedaan dan mencintai demokrasi yang
terkandung dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang maknanya “berbeda tetapi
satu.” Dari semboyan tersebut bangsa Indonesia juga sangat menjunjung tinggi
hak-hak individu sebagai mahluk Tuhan yang tak bisa diabaikan oleh siapapun.
Anak sebagai mahluk individu yang sangat berhak untuk mendaptkan pendidikan
yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Dengan pendidikan yang diberikan
diharapkan anak dapat tumbuh sesuai dengan potensi yang dimilkinya, sehingga
kelak dapat menjadi anak bangsa yang diharapkan. Bangsa Indonesia yang menganut
falsafah Pancasila berkeyakinan bahwa pembentukan manusia Pancasilais menjadi
orientasi tujuan pendidikan yaitu menjadikan manusia indonesia seutuhnya
Sehubungan dengan pandangan filosofis tersebut maka kurikulum sebagai alat
dalam mencapai tujuan pendidikan, pengembangannya harus memperhatikan pandangan
filosofis bangsa dalam proses pendidikan yang berlangsung.
3. Landasan
Keilmuan Pendidikan Anak Usia Dini
Konsep keilmuan PAUD bersifat
isomorfis, artinya kerangka keilmuan PAUD dibangun dari interdisiplin
ilmu yang merupakan gabungan dari beberapa displin ilmu, diantaranya:
psikologi, fisiologi, sosiologi, ilmu pendidikan anak, antropologi, humaniora,
kesehatan, dan gizi serta neuro sains atau ilmu tentang perkembangan otak
manusia (Yulianai Nurani Sujiono, 2009: 10).
Berdasarkan tinjauan secara
psikologi dan ilmu pendidikan, masa usia dini merupkan masa peletak dasar atau
fondasi awal bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Apa yang diterima anak
pada masa usia dini, apakah itu makanan, minuman, serta stimulasi dari
lingkungannya memberikan kontribusi yang sangat besar pada pertumbuhan dan
perkembangan anak pada masa itu dan berpengaruh besar pertumbuhan serta perkembangan
selanjutnya.
Pertumbuhan dan perkembangan anak
tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan perkembangan struktur otak. Dari segi
empiris banyak sekali penelitian yang menyimpulkan bahwa pendidikan anak usia
dini sangat penting, karena pada waktu manusia dilahirkan, menurut Clark (dalam
Yuliani Nurani Sujono, 2009) kelengkapan organisasi otaknya mencapai 100 – 200
milyard sel otak yang siap dikembangkan dan diaktualisasikan untuk mencapai
tingkat perkembangan optimal, tetapi hasil penelitian menyatakan bahwa hanya 5%
potensi otak yang terpakai karena kurangnya stimulasi yang berfungsi untuk
mengoptimalkan fungsi otak.
LANDASAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
A. LANDASAN YURIDIS
UUD 1945 pasal 28B ayat 2,
“Setiap anak berhak atas
kelangsungan hidup, tumbuh & berkembang serta
berhak atas perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi“
UU No 23 tahun 2002 pasal 9 ayat 1,
tentang Perlindungan Anak ,
“Setiap anak berhak memperoleh
pendidikan & pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya dan tingkat
kecerdasannya sesuai dengan minat
dan bakatnya“
UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional,
Bab 1, Pasal 1, Butir 14 dinyatakan bahwa
Pendidikan Anak Usia Dini adalah
suatu upaya pembinaan yang ditujukan
kepada anak sejak lahir sampai
dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui
pemberian ransangan pendidikan untuk
membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani
agar anak memiliki kesiapan dalam
memasuki pendidikan lebih lanjut.
Pasal 28 tentang Pendidikan Anak
Usia Dini dinyatakan bahwa:
1. PAUD diselenggarakan sebelum
jenjang Pendidikan Dasar
2. PAUD dapat diselenggarakan
melalui jalur pendidikan formal, non formal dan/atau
informal
3. PAUD jalur pendidikan formal: TK,
RA atau bentuk lain yang sederajat
4. PAUD jalur pend non formal: KB,
TPA, atau bentuk lain yang sederajat
5. PAUD jalur pend informal:
pendidikan keluarga atau pendidikan yang
diselenggarakan oleh lingkungan
B. LANDASAN FILOSOFIS
C. LANDASAN KEILMUAN
Pendidikan merupakan suatu upaya
untuk memanusiakan
manusia.
Pembentukan manusia Pancasilais
menjadi orientasi tujuan
pendidikan (manusia Indonesia
seutuhnya)
• Wittrock, perkembangan anak
berkaitan dengan
perkembangan struktur otak yang
sangat penting untuk
pengembangan kapasitas berpikir
manusia
• Jean Piaget mengemukakan anak
belajar melalui interaksi
dengan lingkungannya dan guru
berperan sebagai fasilitator
• Lev Vigostsky meyakini pengalaman
interaksi sosial sangat
penting bagi perkembangan proses
berpikir anak
• Howard Gardner menyatakan tentang
kecerdasan jamak
dalam perkembangan manusia
E. Tujuan
Pendidikan Anak Usia Dini
Secara umum tujuan pendidikan anak usia dini adalah
mengembangkan berbagai potensi anak sejak dini sebagai persiapan untuk hidup
dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Secara khusus tujuan pendidikan anaka usia dini adalah
(Yuliani Nurani Sujiono, 2009: 42 – 43):
1. Agar anak percaya akan adanya Tuhan dan
mampu beribadah serta mencintai sesamanya.
2. Agar anak mampu mengelola keterampilan
tubuhnya termasuk gerakan motorik kasar dan motorik halus, serta mampu menerima
rangsangan sensorik.
3. Anak mampu menggunakan bahasa untuk
pemahaman bahasa pasif dan dapat berkomunikasi secara efektif sehingga dapat
bermanfaat untuk berpikir dan belajar.
4. Anak mampu berpikir logis, kritis,
memberikan alasan, memecahkan masalah dan menemukan hubungan sebab akibat.
5. Anak mampu mengenal lingkungan alam,
lingkungan social, peranan masyarakat dan menghargai keragaman social dan
budaya serta mampu mngembangkan konsep diri yang positif dan control diri.
6. Anak memiliki kepekaan terhadap irama,
nada, berbagai bunyi, serta menghargai karya kreatif.
F. Prinsip-prinsip Pendidikan Anak
Usia Dini
Pendidikan anak usia dini pelaksanaannya menggunakan
prinsip-prinsip (Forum PAUD, 2007) sebagai berikut.
1. Berorientasi pada Kebutuhan Anak
Kegiatan pembelajaran pada anak harus senantiasa
berorientasi kepada kebutuhan anak. Anak usia dini adalah anak yang sedang
membutuhkan upaya-upaya pendidikan untuk mencapai optimalisasi semua aspek
perkembangan baik perkembangan fisik maupun psikis, yaitu intelektual, bahasa,
motorik, dan sosio emosional.
2. Belajar melalui bermain
Bermain merupakan saran belajar anak usia dini. Melalui
bermain anak diajak untuk bereksplorasi, menemukan, memanfaatkan, dan mengambil
kesimpulan mengenai benda di sekitarnya.
3. Menggunakan lingkungan yang kondusif
Lingkungan harus diciptakan sedemikian rupa sehingga menarik
dan menyenangkan dengan memperhatikan keamanan serta kenyamanan yang dapat
mendukung kegiatan belajar melalui bermain.
4. Menggunakan pembelajaran terpadu
Pembelajaran pada anak usia dini harus menggunakan konsep
pembelajaran terpadu yang dilakukan melalui tema. Tema yang dibangun harus
menarik dan dapat membangkitkan minat anak dan bersifat kontekstual. Hal ini
dimaksudkan agar anak mampu mengenal berbagai konsep secara mudah dan jelas
sehingga pembelajaran menjadi mudah dan bermakna bagi anak.
5. Mengembangkan berbagai kecakapan hidup
Mengembangkan keterampilan hidup dapat dilakukan melalui
berbagai proses pembiasaan. Hal ini dimaksudkan agar anak belajar untuk
menolong diri sendiri, mandiri dan bertanggungjawab serta memiliki disiplin
diri.
6. Menggunakan berbagai media edukatif dan sumber
belajar
Media dan sumber pembelajaran dapat berasal dari lingkungan
alam sekitar atau bahan-bahan yang sengaja disiapkan oleh pendidik /guru.
7. Menggunakan berbagai media edukatif dan sumber
belajar
Pembelajaran bagi anak usia dini hendaknya dilakukan secara
bertahap, dimulai dari konsep yang sederhana dan dekat dengan anak. Agar konsep
dapat dikuasai dengan baik hendaknya guru menyajikan kegiatan–kegiatan yang
berluang .
Referensi
Masitoh dkk. (2005) Strategi
Pembelajaran TK. Jakarta: 2005.
Patmonodewo, Soemiarti. (2003) Pendidikan
Anak Prasekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
Siti Aisyah dkk. (2007) Perkembangan
dan Konsep Dasar Pengembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Universitas Terbuka.
Sujiono, Yuliani Nurani.
(2009) Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT Indeks.
KURIKULUM
PAUD (BAB II LANDASAN PAUD)
LANDASAN
PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
A. Landasan Yuridis
1. Dalam Amandemen UUD 1945 pasal 28 B ayat 2 dinyatakan bahwa ”Setiap anak
berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.
2. Dalam UU NO. 23 Tahun 2002 Pasal 9 Ayat 1 tentang Perlindungan Anak
dinyatakan bahwa ”Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam
rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasarnya sesuai dengan minat dan
bakatnya”.
3. Dalam UU NO. 20 TAHUN 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1, Pasal 1,
Butir 14 dinyatakan bahwa ”Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya
pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang
dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut”. Sedangkan pada pasal 28 tentang Pendidikan Anak Usia
Dini dinyatakan bahwa ”(1) Pendidikan Anak usia dini diselenggarakan sebelum
jenjang pendidikan dasar, (2) Pendidkan anak usia dini dapat diselenggarakan
melalui jalur pendidkan formal, non formal, dan/atau informal, (3) Pendidikan
anak usia dini jalur pendidikan formal: TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat,
(4) Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan non formal: KB, TPA, atau bentuk
lain yang sederajat, (5) Pendidikan usia dini jalur pendidikan informal:
pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan, dan (6)
Ketentuan mengenai pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.”
B. Landasan Filosofis
Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memanusiakan manusia. Artinya melalui
proses pendidikan diharapkan terlahir manusia-manusia yang baik. Standar manusia
yang “baik” berbeda antar masyarakat, bangsa atau negara, karena perbedaan
pandangan filsafah yang menjadi keyakinannya. Perbedaan filsafat yang dianut
dari suatu bangsa akan membawa perbedaan dalam orientasi atau tujuan pendidikan.
Bangsa Indonesia yang menganut falsafah Pancasila berkeyakinan bahwa pembentukan
manusia Pancasilais menjadi orientasi tujuan pendidikan yaitu menjadikan manusia
indonesia seutuhnya.Bangsa Indonesia juga sangat menghargai perbedaan dan
mencintai demokrasi yang terkandung dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang
maknanya “berbeda tetapi satu.” Dari semboyan tersebut bangsa Indonesia juga
sangat menjunjung tinggi hak-hak individu sebagai mahluk Tuhan yang tak bisa
diabaikan oleh siapapun. Anak sebagai mahluk individu yang sangat berhak untuk
mendaptkan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Dengan
pendidikan yang diberikan diharapkan anak dapat tumbuh sesuai dengan potensi
yang dimilkinya, sehingga kelak dapat menjadi anak bangsa yang diharapkan.
Melalui pendidikan yang dibangun atas dasar falsafah pancasila yang didasarkan
pada semangat Bhineka Tunggal Ika diharapkan bangsa Indonesia dapat menjadi
bangsa yang tahu akan hak dan kewajibannya untuk bisa hidup berdampingan, tolong
menolong dan saling menghargai dalam sebuah harmoni sebagai bangsa yang
bermartabat.
Sehubungan dengan pandangan filosofis tersebut maka kurikulum sebagai alat dalam
mencapai tujuan pendidikan, pengembangannya harus memperhatikan pandangan
filosofis bangsa dalam proses pendidikan yang berlangsung.
Landasan Keilmuan
Landasan keilmuan yang mendasari pentingnya pendidikan anak usia dinii
didasarkan kepada beberapa penemuan para ahli tentang tumbuh kembang anak.
Pertumbuhan dan perkembangan anak tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan
perkembangan struktur otak. Menurut Wittrock (Clark, 1983), ada tiga wilayah
perkembangan otak yang semakin meningkat, yaitu pertumbuhan serabut dendrit,
kompleksitas hubungan sinapsis, dan pembagian sel saraf. Peran ketiga wilayah
otak tersebut sangat penting untuk pengembangan kapasitas berpikir manusia.
Sejalan dengan itu Teyler mengemukakan bahwa pada saat lahir otak manusia berisi
sekitar 100 milyar hingga 200 milyar sel saraf. Tiap sel saraf siap berkembang
sampai taraf tertinggi dari kapasitas manusia jika mendapat stimulasi yang
sesuai dari lingkungan.
Jean Piaget (1972) mengemukakan tentang bagaimana anak belajar:“ Anak belajar
melalui interaksi dengan lingkungannya. Anak seharusnya mampu melakukan
percobaan dan penelitian sendiri. Guru bisa menuntun anak-anak dengan
menyediakan bahan-bahan yang tepat, tetapi yang terpenting agar anak dapat
memahami sesuatu, ia harus membangun pengertian itu sendiri, dan ia harus
menemukannya sendiri.” Sementara Lev Vigostsky meyakini bahwa : pengalaman
interaksi sosial merupakan hal yang penting bagi perkembangan proses berpikir
anak. Aktivitas mental yang tinggi pada anak dapat terbentuk melalui interaksi
dengan orang lain. Pembelajaran akan menjadi pengalaman yang bermakna bagi anak
jika ia dapat melakukan sesuatu atas lingkungannya. Howard Gardner menyatakan
tentang kecerdasan jamak dalam perkembangan manusia terbagi menjadi: kecerdasan
bodily kinestetik, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan interpersonal,
kecerdasan naturalistik, kecerdasan logiko – matematik, kecerdasan visual – ..
A. Landasan Yuridis
1. Dalam Amandemen UUD 1945 pasal 28 B ayat 2 dinyatakan bahwa ”Setiap anak
berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.
2. Dalam UU NO. 23 Tahun 2002 Pasal 9 Ayat 1 tentang Perlindungan Anak
dinyatakan bahwa ”Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam
rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasarnya sesuai dengan minat dan
bakatnya”.
3. Dalam UU NO. 20 TAHUN 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1, Pasal 1,
Butir 14 dinyatakan bahwa ”Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya
pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang
dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut”. Sedangkan pada pasal 28 tentang Pendidikan Anak Usia
Dini dinyatakan bahwa ”(1) Pendidikan Anak usia dini diselenggarakan sebelum
jenjang pendidikan dasar, (2) Pendidkan anak usia dini dapat diselenggarakan
melalui jalur pendidkan formal, non formal, dan/atau informal, (3) Pendidikan
anak usia dini jalur pendidikan formal: TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat,
(4) Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan non formal: KB, TPA, atau bentuk
lain yang sederajat, (5) Pendidikan usia dini jalur pendidikan informal:
pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan, dan (6)
Ketentuan mengenai pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.”
B. Landasan Filosofis
Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memanusiakan manusia. Artinya melalui
proses pendidikan diharapkan terlahir manusia-manusia yang baik. Standar manusia
yang “baik” berbeda antar masyarakat, bangsa atau negara, karena perbedaan
pandangan filsafah yang menjadi keyakinannya. Perbedaan filsafat yang dianut
dari suatu bangsa akan membawa perbedaan dalam orientasi atau tujuan pendidikan.
Bangsa Indonesia yang menganut falsafah Pancasila berkeyakinan bahwa pembentukan
manusia Pancasilais menjadi orientasi tujuan pendidikan yaitu menjadikan manusia
indonesia seutuhnya.Bangsa Indonesia juga sangat menghargai perbedaan dan
mencintai demokrasi yang terkandung dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang
maknanya “berbeda tetapi satu.” Dari semboyan tersebut bangsa Indonesia juga
sangat menjunjung tinggi hak-hak individu sebagai mahluk Tuhan yang tak bisa
diabaikan oleh siapapun. Anak sebagai mahluk individu yang sangat berhak untuk
mendaptkan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Dengan
pendidikan yang diberikan diharapkan anak dapat tumbuh sesuai dengan potensi
yang dimilkinya, sehingga kelak dapat menjadi anak bangsa yang diharapkan.
Melalui pendidikan yang dibangun atas dasar falsafah pancasila yang didasarkan
pada semangat Bhineka Tunggal Ika diharapkan bangsa Indonesia dapat menjadi
bangsa yang tahu akan hak dan kewajibannya untuk bisa hidup berdampingan, tolong
menolong dan saling menghargai dalam sebuah harmoni sebagai bangsa yang
bermartabat.
Sehubungan dengan pandangan filosofis tersebut maka kurikulum sebagai alat dalam
mencapai tujuan pendidikan, pengembangannya harus memperhatikan pandangan
filosofis bangsa dalam proses pendidikan yang berlangsung.
Landasan Keilmuan
Landasan keilmuan yang mendasari pentingnya pendidikan anak usia dinii
didasarkan kepada beberapa penemuan para ahli tentang tumbuh kembang anak.
Pertumbuhan dan perkembangan anak tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan
perkembangan struktur otak. Menurut Wittrock (Clark, 1983), ada tiga wilayah
perkembangan otak yang semakin meningkat, yaitu pertumbuhan serabut dendrit,
kompleksitas hubungan sinapsis, dan pembagian sel saraf. Peran ketiga wilayah
otak tersebut sangat penting untuk pengembangan kapasitas berpikir manusia.
Sejalan dengan itu Teyler mengemukakan bahwa pada saat lahir otak manusia berisi
sekitar 100 milyar hingga 200 milyar sel saraf. Tiap sel saraf siap berkembang
sampai taraf tertinggi dari kapasitas manusia jika mendapat stimulasi yang
sesuai dari lingkungan.
Jean Piaget (1972) mengemukakan tentang bagaimana anak belajar:“ Anak belajar
melalui interaksi dengan lingkungannya. Anak seharusnya mampu melakukan
percobaan dan penelitian sendiri. Guru bisa menuntun anak-anak dengan
menyediakan bahan-bahan yang tepat, tetapi yang terpenting agar anak dapat
memahami sesuatu, ia harus membangun pengertian itu sendiri, dan ia harus
menemukannya sendiri.” Sementara Lev Vigostsky meyakini bahwa : pengalaman
interaksi sosial merupakan hal yang penting bagi perkembangan proses berpikir
anak. Aktivitas mental yang tinggi pada anak dapat terbentuk melalui interaksi
dengan orang lain. Pembelajaran akan menjadi pengalaman yang bermakna bagi anak
jika ia dapat melakukan sesuatu atas lingkungannya. Howard Gardner menyatakan
tentang kecerdasan jamak dalam perkembangan manusia terbagi menjadi: kecerdasan
bodily kinestetik, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan interpersonal,
kecerdasan naturalistik, kecerdasan logiko – matematik, kecerdasan visual – ..
LANDASAN PENGENGEMBANGAN KURIKULUM
Landasan Pengembangan Kurikulum
Nana Syaodih Sukmadinata (1997)
mengemukakan empat landasan utama dalam pengembangan kurikulum, yaitu: (1)
filosofis; (2) psikologis; (3) sosial-budaya; dan (4) ilmu pengetahuan dan
teknologi. Tapi sebelum uraian tentang landasan pengembangan kurikulum dari
Nana Syaodih Sukmadinata kita lihat faktor-faktor pengembangan kurikulum .
1.
FILOSOFI merupakan konseptual dan ideal :Sasaran pendidikan
(tujuannya?) Proses pendidikan (bagaimana caranya?) Pendidik-siswa (siapa
peserta didik, siapa pendidik?)
2.
PSIKOLOGIS rencana belajar untuk pengalaman Perkembangan siswa Karakteristik
siswa Metode belajar-mengajar
3.
SOSIAL
BUDAYA dalam hal ini masyarakat (siswa,
keluarga, masyarakat umum) merupakan sesuatu yang nyata Perubahan tata nilai Perubahan
tuntutan kehidupan Perubahan tuntutan kerja
4.
ILMU DAN
TEKNOLOGI arahnya bahwa pendidikan tidak
hanya untuk sekarang tetapi untuk masa depan Teori baru Teknologi baru Menurut
Hansiswany Kamarga dalam Landasan Dan Prinsip Pengembangan Kurikulum
Landasan
Filosofis Filsafat memegang peranan penting
dalam pengembangan kuikulum. Sama halnya seperti dalam Filsafat Pendidikan,
kita dikenalkan pada berbagai aliran filsafat, seperti : perenialisme,
essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme. Dalam
pengembangan kurikulum berlandaskan pada aliran-aliran filsafat tertentu,
sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang
dikembangkan. Hubungan Antara Filsafat Dengan Filsafat Pendidikan, menurut Donald
Butler (1957), filsafat memberikan arah & metodologi terhadap praktek
pendidikan; praktek pendidikan memberikan bahan bagi pertimbangan filsafat, Brubacher
(1950), mengemukakan 4 pandangan tentang hubungan ini Filsafat merupakan dasar utama
dalam filsafat pendidikan, Filsafat merupakan bunga, bukan akar pendidikan, Filsafat
pendidikan berdiri sendiri sebagai disiplin yang mungkin memberi keuntungan
dari kontak dengan filsafat, tetapi kontak tersebut tidak penting, Filsafat dan
teori pendidikan menjadi satu sedangkan menurut pandangan John Dewey, filsafat
dan filsafat pendidikan adalah sama, seperti pendidikan sama dengan kehidupan
Dengan
merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati (2003), di bawah ini diuraikan
tentang isi dari-dari masing-masing aliran filsafat, kaitannya dengan
pengembangan kurikulum.
a. Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini menekankan pada kebenaran absolut , kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.
a. Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini menekankan pada kebenaran absolut , kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.
b.
Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan
dan keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna.
Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar
substansi kurikulum yang berharga untuk hidup di masyarakat. Sama halnya dengan
perenialisme, essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu.
c.
Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang
hidup dan makna. Untuk memahami kehidupan seseorang mesti memahami dirinya
sendiri. Aliran ini mempertanyakan : bagaimana saya hidup di dunia ? Apa
pengalaman itu ?
d.
Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual,
berpusat pada peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses.
Progresivisme merupakan landasan bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.
e.
Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada
rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping
menekankan tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme,
rekonstruktivisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir
kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir
kritis, memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu ? Penganut aliran ini
menekankan pada hasil belajar dari pada proses.
Aliran Filsafat Perenialisme, Essensialisme, Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang mendasari terhadap pengembangan Model Kurikulum Subjek-Akademis. Sedangkan, filsafat progresivisme memberikan dasar bagi pengembangan Model Kurikulum Pendidikan Pribadi. Sementara, filsafat rekonstruktivisme banyak diterapkan dalam pengembangan Model Kurikulum Interaksional.
Aliran Filsafat Perenialisme, Essensialisme, Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang mendasari terhadap pengembangan Model Kurikulum Subjek-Akademis. Sedangkan, filsafat progresivisme memberikan dasar bagi pengembangan Model Kurikulum Pendidikan Pribadi. Sementara, filsafat rekonstruktivisme banyak diterapkan dalam pengembangan Model Kurikulum Interaksional.
Masing-masing
aliran filsafat pasti memiliki kelemahan dan keunggulan tersendiri. Oleh karena
itu, dalam praktek pengembangan kurikulum, penerapan aliran filsafat cenderung
dilakukan secara eklektif untuk lebih mengkompromikan dan mengakomodasikan
berbagai kepentingan yang terkait dengan pendidikan.
Landasan
Psikologis
Nana
Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan bahwa minimal terdapat dua bidang
psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu (1) psikologi
perkembangan dan (2) psikologi belajar. Psikologi perkembangan merupakan ilmu
yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya.
Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan, pentahapan
perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu,
serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan individu, yang semuanya
dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan
kurikulum. Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku
individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat
belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilaku individu lainnya
dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan
sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.
Masih berkenaan dengan landasan psikologis, Ella Yulaelawati memaparkan teori-teori psikologi yang mendasari Kurikulum Berbasis Kompetensi. Dengan mengutip pemikiran Spencer, Ella Yulaelawati mengemukakan pengertian kompetensi bahwa kompetensi merupakan “karakteristik mendasar dari seseorang yang merupakan hubungan kausal dengan referensi kriteria yang efektif dan atau penampilan yang terbaik dalam pekerjaan pada suatu situasi“.
Selanjutnya, dikemukakan pula tentang 5 tipe kompetensi, yaitu:
Masih berkenaan dengan landasan psikologis, Ella Yulaelawati memaparkan teori-teori psikologi yang mendasari Kurikulum Berbasis Kompetensi. Dengan mengutip pemikiran Spencer, Ella Yulaelawati mengemukakan pengertian kompetensi bahwa kompetensi merupakan “karakteristik mendasar dari seseorang yang merupakan hubungan kausal dengan referensi kriteria yang efektif dan atau penampilan yang terbaik dalam pekerjaan pada suatu situasi“.
Selanjutnya, dikemukakan pula tentang 5 tipe kompetensi, yaitu:
a.
motif; sesuatu yang dimiliki
seseorang untuk berfikir secara konsisten atau keinginan untuk melakukan suatu
aksi.
b.
bawaan; yaitu karakteristik fisik
yang merespons secara konsisten berbagai situasi atau informasi.
c.
konsep diri; yaitu tingkah laku,
nilai atau image seseorang;
d.
pengetahuan; yaitu informasi khusus
yang dimiliki seseorang; dan
e.
keterampilan; yaitu kemampuan
melakukan tugas secara fisik maupun mental.
Keterampilan dan pengetahuan cenderung lebih tampak pada permukaan ciri-ciri seseorang, sedangkan konsep diri, bawaan dan motif lebih tersembunyi dan lebih mendalam serta merupakan pusat kepribadian seseorang. Kompetensi permukaan (pengetahuan dan keterampilan) lebih mudah dikembangkan. Pelatihan merupakan hal tepat untuk menjamin kemampuan ini. Sebaliknya, kompetensi bawaan dan motif jauh lebih sulit untuk dikenali dan dikembangkan.
Keterampilan dan pengetahuan cenderung lebih tampak pada permukaan ciri-ciri seseorang, sedangkan konsep diri, bawaan dan motif lebih tersembunyi dan lebih mendalam serta merupakan pusat kepribadian seseorang. Kompetensi permukaan (pengetahuan dan keterampilan) lebih mudah dikembangkan. Pelatihan merupakan hal tepat untuk menjamin kemampuan ini. Sebaliknya, kompetensi bawaan dan motif jauh lebih sulit untuk dikenali dan dikembangkan.
f.
Landasan
Sosial-Budaya
Kurikulum dapat dipandang sebagai
suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu rancangan, kurikulum menentukan
pelaksanaan dan hasil pendidikan. Kita maklumi bahwa pendidikan merupakan usaha
mempersiapkan peserta didik untuk terjun ke lingkungan masyarakat. Pendidikan
bukan hanya untuk pendidikan semata, namun memberikan bekal pengetahuan,
keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan
lebih lanjut di masyarakat. Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan
pendidikan baik formal maupun informal dalam lingkungan masyarakat dan
diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula. Kehidupan masyarakat, dengan segala
karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi
pendidikan. Dengan pendidikan, kita mengharapkan melalui pendidikan dapat lebih
mengerti dan mampu membangun kehidupan masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan,
isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi,
karakteristik, kekayaan dan perkembangan yang ada di masyakarakat. Karena
setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki sistem-sosial budaya
tersendiri yang mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota
masyarakat. Salah satu aspek penting dalam sistem sosial budaya adalah tatanan
nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para warga
masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat bersumber dari agama, budaya, politik
atau segi-segi kehidupan lainnya.
Israel Scheffer (Nana Syaodih
Sukamdinata, 1997) mengemukakan bahwa melalui pendidikan manusia mengenal
peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban sekarang dan membuat peradaban
masa yang akan datang.
Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki
manusia masih relatif sederhana, namun sejak abad pertengahan mengalami
perkembangan yang pesat. Berbagai penemuan teori-teori baru terus berlangsung
hingga saat ini dan dipastikan kedepannya akan terus semakin berkembang. Dalam
abad pengetahuan sekarang ini, diperlukan masyarakat yang berpengetahuan dengan
standar mutu yang tinggi. Sifat pengetahuan dan keterampilan yang harus
dikuasai masyarakat sangat beragam dan canggih, sehingga diperlukan kurikulum
yang disertai dengan kemampuan meta-kognisi dan kompetensi untuk berfikir dan
belajar bagaimana belajar (learning to learn) dalam mengakses, memilih dan
menilai pengetahuan, serta mengatasi siatuasi yang ambigu dan antisipatif
terhadap ketidakpastian karena berbagai penemuan teknologi baru terus
berkembang. Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, terutama
dalam bidang transportasi dan komunikasi telah mampu merubah tatanan kehidupan
manusia. Oleh karena itu, kurikulum seyogyanya arahnya bersifat tidak hanya
untuk sekarang tetapi untuk masa depan dapat mengakomodir dan mengantisipasi
laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga peserta didik dapat
mengimbangi dan sekaligus mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk
kepentingan bersama, kepnetingan sendiri dan kelangsungan hidup manusia.
1 komentar:
bila pendidik paud berpartisipasi untuk baca ini .Tentu kualitas pembelajaran paud akan lebih berkualitas
Posting Komentar