PENGELOLAAN PAUD

RAMBU-RAMBU PENDIRIAN LEMBAGA PAUD


A. Dasar Legalitas PAUD di Indonesia

Pendidikan untuk semua (education for All), termasuk pendidikan anak usia dini telah menjadi perhatian masyarakat seluruh dunia. Hal ini ditunjukkan dengan diadakannya pertemuan Forum Pendidikan Dunia pada tahun 2002 di Dakar Senegal. Pada pertemuan ini, dihasilkan 6 komitmen sebagai kerangka aksi pendidikan untuk semua (The Dakar Framework for Action) yang disahkan dan diterima Forum Pendidikan Dunia (The World Education Forum) dengan dua belas strategi yang akan dilakukan untuk mendukung dan melaksanakan keenam komitmen tersebut.

Setiap anak memiliki hak yang sama dan harus diperhatikan oleh seluruh masyarakat. Hak Setiap Anak tersebut adalah :

1. Untuk dilahirkan, untuk memiliki nama dan kewarganegaraan;
2. Untuk memilik keluarga yang menyayangi dan mengasihi saya;
3. Untuk hidup dalam komunitas yang aman, damai dan lingkungan yang sehat;
4. Untuk mendapatkan makanan yang cukup dan tubuh yang sehat dan aktif;
5. Untuk mendapatkan pendidikan yang baik dan mengembangkan potensinya;
6. Untuk diberikan kesempatan bermain waktu santai;
7. Untuk dilindungi dari penyiksaan, eksploitasi, penyia-siaan, kekerasan dan dari mara bahaya;
8. Untuk dipertahankan dan diberikan bantuan oleh pemerintah;
9. Agar bisa mengekspresikan pendapat sendiri.

Setiap pelanggaran atas hak anak tersebut mendapat sanksi, baik secara legislatif, administratif maupun tindakan lainnya secara moral dan politis. Landasan Dasar PAUD di Indonesia meliputi landasan yuridis (hukum), empiris maupun keilmuan. Jalur dan Bentuk layanan pendidikan anak usia dini di Indonesia tertuang dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Bagian VII Pasal 28 ayat (14), yaitu sebagai berikut :
§  Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar.
§  Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal dan atau informal.
§  Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman kanak-kanak (TK), Raudhatul Athfal (RA) dan bentuk lain yang sederajat.
§  Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat.
§  Pendidikan anak usia dini pada jalur informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.
§  Ketentuan mengenai pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah

Jalur dan bentuk layanan PAUD dilaksanakan melalui jalur formal (TK/RA), Nonformal (KB, TPA, dan bentuk lain yang sejenis, seperti posyandu dan BKB). Program PAUD jenis apa pun yang akan, sedang dan telah diselenggarakan oleh berbagai pihak, yang terpenting adalah menyediakan wahana yang dapat memfasilitasi hak-hak anak untuk menyenangkan sesuai dengan tahap perkembangan anak dan konvensi Hak Anak.


B. Pendirian Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini

Pada saat ini banyak sekal; bermunculan lembaga PAUD di berbagai tempat seperti Jamur yang tumbuh saat musim penghujan. Ada yang berskala kecil maupun besar, didirikan oleh perorangan maupun lembaga atau kelompok

Kelompok Bermain (KB) adalah salah satu bentuk layanan PAUD pada jalur pendidikan nonformal yang menyelenggarakan program pendidikan sekaligus program kesejahteman bagi anak sejak lahir sampai dengan enam tahun. (dengan prioritas anak usia dua sampai empat tahun) dan merupakan salah satu bentuk PAUD pada jalur nonformal yang mengutamakan kegiatan bermain sambil belajar. Penyelenggaraan KB harus memenuhi persyaratan minimal yang meliputi: peserta didik, pendidik, pengelola, persyaratan pendirian dan prosedur pendirian dan pengelolaan administrasi dan pelaporan dan pembinaannya.

Taman Penitipan Anak (TPA) adalah salah satu bentuk PAUD pada jalur pendidikan nonformal sebagai wahana kesejahteraan yang berfungsi sebagai pengganti keluarga untuk jangka waktu tertentu bagi anak yang orang tuanya bekerja. TPA menyelenggarakan. program pendidikan sekaligus pengasuhan terhadap anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun dengan prioritas anak usia empat tahun ke bawah. Untuk mendukung mewujudkan anak usia dini yang berkualitas, maju, mandiri, demokrasi, dan berprestasi, TPA menggunakan dan menerapkan filsafat pendidikan, yaitu tempa, asah, asih, dan asuh. Penyelenggaraan KB harus memenuhi persyaratan minimal, yang meliputi peserta didik, pendidik, pengelola, pengasuh/perawat, rasio pendidik atau pengasuh dengan peserta didik, teknis penyelenggaraan, perizinan, pengelolaan administrasi, evaluasi, pelaporan dan pembinaannya.

Satuan PAUD yang sejenis merupakan area program pelayanan AUD yang tujuannya sama dengan lembaga PAUD lainnya. Sasaran SPS selain Anak Usia 6 tahun juga orang tua dan pengasuh anak usia dini. Pelaksanaannya lebih fleksibel bergantung pada kesepakatan antara warga dan pengelola atau kader SPS tersebut. Tempat belajarnya juga lebih Fleksibel dan bisa dilakukan di mana saja.


C. Pengajuan Rintisan Program Pendidikan Anak Usia Dini

Misi Utama Direktorat PAUD adalah :
§  Mengupayakan pemerataan peningkatan mutu, dan efisiensi penyelenggaraan pendidikan dini;

§  Meningkatkan kesadaran orang tua akan pentingnya PAUD bagi masa depan anak-anaknya;

§  Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan peran serta masyartakat dalam menyelenggarakan pendidikan dini.

Pendidikan anak usia dini di Indonesia perlu mendapat perhatian yang sangat serius dari berbagai pihak. Oleh karenanya pemerintah memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat yang ingin mengembangkan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran untuk program PAUD dengan cara memberikan bantuan dana rintisan. Oleh karena itulah, pemerintah perlu mengeluarkan pedoman pengajuan rintisan program PAUD. Dalam pedoman ini berisikan ketentuan umum, pelaksanaan, penilaian dan tindak lanjut pengajuan dana rintisan program PAUD Termasuk bentuk usulan kegiatannya (proposal). Dengan Demikian, bagi masyarakat yang ingin mengajukan dana rintisan akan memiliki rambu-rambu pengajuan secara jelas.



PENGELOLAAN LINGKUNGAN BELAJAR INDOOR DI LEMBAGA PAUD

A. Dasar Pengelolaan Lingkungan Belajar Indoor di Lembaga PAUD

Lingkungan sebagai unsur yang menyediakan sejumlah rangsangan perlu mendapat perhatian dan perlu diciptakan sedemikian rupa, agar menyediakan objek-objek sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan anak. Dalam merencanakan program yang sesuai perkembangan anak, orang dewasa atau pendidik hendaknya melakukan beberapa hal berikut ini :
§  Menyediakan kegiatan berikut peralatan yang bervariasi dan kaya yang dapat dipilih sendiri oleh anak.

§  Menawarkan kepada anak-anak untuk memilih apakah mereka ingin berpartisipasi dalam kelompok kecil atau melakukan kegiatan sendiri (individu)

§  Membantu dan memandu anak-anak yang tidak atau belum mampu memanfaatkan kemudahan dan kesenangan kegiatan pilihan sendiri dalam sesi kegiatan pilihan anak.

§  Memberikan kesempatan kepada anak untuk berinisiatif dan melakukan praktik langsung mengenai kegiatan yang dipilihnya sendiri.

Pendidik perlu menciptakan dan menyediakan lingkungan belajar yang mendukung dan memudahkan sensori anak untuk bersentuhan dengan lingkungan belajar sehingga setiap aspek perkembangan anak dapat berkembang sebaik-baiknya. Hal ini dilakukan untuk mengoptimalkan perkembagan anak usia dini, khususnya anak usia tiga sampai dengan empat tahun.

Faktor lingkungan memberikan pengaruh yang sangat besar untuk membedakan kualitas program di lembaga PAUD. Oleh karenanya guru harus lebih berhati-hati dalam merencanakan dan mengorganisir ruang kelas dan peralatannya. Perencanaan dan pengorganisiran ruang kelas secara baik dan berhati-hati akan memberikan banyak keuntungan, diantaranya :
1.    Membuat pekerjaan guru menjadi mudah,

2.    Hari-hari anak menjadi lebih menyenangkan,

3.    Anak dapat menyelesaikan tugas secara lebih produktif dan tertantang,

4.    Anak-anak akan terus berkeliling dari satu kegiatan ke kegiatan lainnya tanpa merasa bosan,

5.    Atmosfer kegiatan pembelajaran lebih dapat terantisipasi, cemerlang, inspiratif, menakjubkan, menantang dan memesona.

Ruangan yang perlu disiapkan, antara lain ruangan untuk bayi dan ruangan untuk anak-anak kecil lengkap dengan peralatannya. Ruangan ini disiapkan dengan mengacu pada panduan National Association Education for the Young Children (NAEYC) dalam bukunya Developmentally Appropriate Practice (DAP).


B. Teknik Penataan Ruangan dan Perlengkapan Belajar di Lembaga PAUD

Pada saat ini pendekatan model sentra menjadi trend dalam menyelenggarakan PAUD, berikut akan dibahas alasan penggunaan sentra dalam PAUD, yang meliputi :

1. Nilai bermain

Seperti telah kita ketahui bahwa semboyan kegiatan pengembangan pada anak usia dini adalah ”bermain sambil belajar dan belajar seraya bermain”. Bermain adalah pekerjaan anak-anak dan anak-anak selalu ingin bermain. Dalam bermain anak-anak mengembangkan sesuatu yang berbeda dan membedakan pendekatan yang terbaik. Dalam bermain anak-anak menggunakan bahasa untuk melancarkan kegiatan, menjelajah dan menyaring bahasa mereka ketika mereka bicara dan mendengarkan anak-anak lainnya.

2. Pusat Minat atau Pusat kegiatan (Sentra)

Salah satu pendekatan yang membantu kreativitas dalam penggunaan perlatan adalah dengan menyediakan salah satu bagian dari kegiatan, minat dan lingkungan dengan mengidentifikasi kegiatan dan peralatan untuk setiap kelompok anak di kelas.

Dalam ruang kelas untuk anak usia dini, lingkungan didesain untuk pengembangan total secara alamiah bagi anak-anak. Kegiatan kelas menyediakan kesempatan pada anak-anak untuk berpartisipasi secara individual dalam tim dan kelompok kecil.

3. Sentra adalah pembelajaran terpadu

Sentra adalah pembelajaran terpadu yang terbaik. Sentra dapat membantu anak-anak mengembangkan seluruh kemampuannya secara bersamaan. Dalam satu kegiatan belajar, anak-anak dapat mengembangkan aspek bahasa, kognitif fisik motorik, sosialemosionalnya dalam satu kesempatan.

Penataan ruangan di lembaga PAUD yang dibahas dalam kegiatan belajar ini, ditujukan untuk pendidik (guru dan pengasuh) yang menginginkan kelasnya menjadi tempat yang menarik atau memadai sebagai tempat bermain dan belajar. Selain itu, dengan membaca kegiatan belajar ini, diharapkan para pendidik untuk lembaga PAUD tertarik mencoba menyusun ruangan sentra yang sesuai dengan kebutuhan, minat dan kondisi lingkungan di lembaga PAUD di manapun berada dan memberi kesempatan kepada pendidik untuk menata dan mendesain ruangan kelasnya dengan cara yang kreatif sehingga proses pengembangan kemampuan anak dapat lebih optimal.


PENGELOLAAN LINGKUNGAN BELAJAR OUTDOOR DI LEMBAGA PAUD TAMAN PENITIPAN ANAK (TPA) DAN KELOMPOK BERMAIN (KB)

A. Pengelolaan lingkungan Outdoor di Taman Penitipan Anak dan Kelompok Bermain

Ada dua alasan penting bermain outdoor diperuntukkan untuk anak-anak usia dini. Pertama, banyak kemampuan anak yang harus dikembangkan dan didapatkan oleh anak. Kedua, kebiasaan orang tua yang menjauhkan area bermain dari anak-anak karena berbagai faktor dan lebih memilih memberikan anak-anak tontonan atau bermain komputer selain itu faktor lingkungan yang tidak aman membuat orang tua menjauhkan anak mereka untuk bermain di luar.

Bermain outdoor membuat anak dapat menikmati kesenangan dan sangat membantu pertumbuhan dan perkembangannya. Berbagai macam area yang ada di lingkungan bermain outdoor yang dikelilingi alam yang natural sehingga anak-anak dapat mengobservasi benda-benda yang ada disekitarnya.

Hal yang paling penting dari penataan lingkungan outdoor adalah anak mendapatkan pengalaman yang unik. Misalnya science yang datang dengan sendirinya secara natural, yaitu berseksplorasi dan mengobservasi dengan tangannya sendiri. Anak dapat melihat tentang perubahan warna, memegang kulit kayu sebatang pohon, mendengar suara jangkrik atau mencium udara setelah hujan turun, anak-anak menggunakan semua perasaan mereka untuk belajar tentang dunianya. Memperhatikan pentingnya tata lingkungan outdoor untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak maka anda harus memberikan perhatian serius dalam merancang dan menggunakan tempat bermain outdoor.


Prinsip penataan area bermain outdoor pada anak usia dini adalah :

1. Memenuhi aturan keamanan
2. Harus sesuai dengan karakteristik alamiah anak
3. Harus didasarkan pada kebutuhan anak dan
4. Secara estetis harus menyenangkan


B. Aplikasi kegiatan Outdoor di Kelompok Bermain dan Taman Penitipan Anak

Spesifikasi alat permainan untuk arena bermain outdoor harus cukup flexible untuk memenuhi kebutuhan dan prasyarat minimal serta memasukkan faktor lokasi, ukuran pagar, tanah lapang, permukaan dan naungan. Dalam merancang tempat bermain outdoor cara yang baik untuk memulai adalah mempertimbangkan beberapa variasi pengalaman yang akan anda berikan kepada anak didik. Beberapa pertimbangan yang dapat menjadi masukan ke dalam area aktivitas anak adalah variasi alat-alat permainan, aktivitas menggali dan menimbun, membersihkan permainan yang membutuhkan keheningan, bermain dengan binatang, berkebun, menjadi tukang kayu.

Kunci sukses dalam menggunakan area outdoor adalah amar, jauh dari kebisingan lalu lintas. Anak dapat dengan leluasa mengekspresikan idenya dengan aktivitas yang dilakukannya. Salah satu faktor keselamatan dan keamanan adalah penyesuaian perlengkapan dan perlatan berkenaan dengan ukuran fisik anak. Kecelakaan sering terjadi apabila perlengkapan dan peralatan tidak cocok dengan kemampuan dan ukuran fisik anak. Alasan mengapa anak-anak merasa tidak nyaman terhadap perlengkapan di area bermain adalah :

1. Kecenderungan berfokus hanya pada satu aspek situasi;
2. Kesulitan menilai ukuran;
3. Anak kurang perhatian terhadap apa yang terjadi di sekitarnya.

Untuk mencapai tujuan dari area bermain outdoor, pada kegiatan program dapat menambahkan atau menyertakan staf pengajar dan peneliti untuk mendukung hal tersebut dengan melakukan penelitian di area tersebut.



PELAKSANAAN KEGIATAN PENGEMBANGAN DI LEMBAGA PAUD (KELOMPOK BERMAIN DAN TAMAN PENITIPAN ANAK)

A. Pelaksanaan kegiatan pengembangan di kelompok bermain

Program kegiatan belajar kelompok bermain KB adalah seperangkat kegiatan belajar yang direncanakan untuk dilakukan dalam rangka menyiapkan dan meletakkan dasar-dasar bagi perkembangan diri anak didik lebih lanjut. Pelaksanaan pembentukan perilaku melalui pembiasaan dilakukan melalui kegiatan rutin, spontan dan terprogram. Pengembangan keamampuan dasar KB terdiri dari pengembangan bahasa, kognitif, fisik dan seni. Pelaksanaan kegiatan pengembangan diawali dengan kegiatan pembukaan, inti, istirahat dan penutup lalu pendidik mengantar anak-anak dan diserahkan kepada para penjemput. Selain itu, untuk mengembangkan konsep belajar melalui bermain maka ada tahap-tahap kegiatan pengembangan bermain di KB, yaitu :

1. Bermain eksploratoris
2. Bermain energetik
3. Bermain ketrampilan
4. Bermain sosial
5. Bermain imajinatif

Prosedur pelaksanaan kegiatan pengembangan di KB meliputi :

1. Peserta didik

Persyaratan bagi peserta didik untuk dapat menjadi anggota dari Kelompok Bermain adalah (1) usia 2 – 4 tahun dengan jumlah minimal 10 anak, (2) anak usia 5 – 6 tahun yang tidak mendapat kesempatan masuk di Taman Kanak-Kanak dengan jumlah minimal 10 anak. Peserta didik KB memiliki hak-hak untuk belajar melalui bermain yang meliputi :

a. Mendapatkan mainan yang sama
b. Bebas bereksplorasi dengan alat permainan sesuai dengan peraturan,
c. Mendapatkan bantuan belajar apabila mengalami kesulitan,
d. Memanipulasi objek permainan dengan benar.

Selain hak peserta didik KB juga memiliki beberapa kewajiban yaitu :

a. Merapikan alat permainan apabila selesai bermain,
b. Menggunakan alat permainan dengan benar
c. Berbagi dan bergantian dengan teman
d. Mentaati ketertiban dalam bermain.

2. Pendidik

Pendidik Kelompok Bermain harus memiliki beberapa kualifikasi sebagai berikut :

a. Kompetensi Pedagogik
b. Kompetensi Kepribadian
c. Kompetensi Profesional
d. Kompetensi Sosial

Pendidik Kelompok Bermain berhak mendapat insentif baik dalam bentuk materi, penghargaan maupun peningkatan kinerja sesuai dengan kemampuan dan kondisi setempat (baik melalui APBN, APBD I dan II, dan masyarakat)

3. Pengelola

Pengelola KB hendaknya memiliki kualifikasi sebagai berikut :

a. Pendidikan minimal SLTA atau sederajat
b. Memiliki kemampuan dalam mengelola program kelompok bermain secara profesional
c. Memiliki kemampuan dalam melakukan koordinasi dengan tenaga pendidik, instansi terkait dan masyarakat.
d. Memiliki kemampuan berkomunikasi dengan masyarakat dan peserta didik serta orang tuanya.
e. Memiliki tanggung jawab moril mempertahankan dan meningkatkan keberlangsungan KB yang dikelolanya.

4. Tempat

Cara menentukan lokasi untuk KB hedaknya memperhatikan hal-hal berikut :

a. Lokasi gedung yang mudah dimasuki kendaraan roda dua dan roda empat.
b. Lokasi dilewati oleh kendaraan umum
c. Lokasi berada di pemukiman perkantoran atau ruko perumahan.
d. Tempat parkir yang memadai
e. Jauh dari sungai tempat pembuangan sampah dan terminal angkutan atau bis.
f. Dekat dengan tanaman
g. Mendapatkan pencahayaan yang baik
h. Ventilasi ruangan yang terang
i. Memiliki jalan keluar apabila terjadi kebakaran gedung

j. Desain ruangan yang sesuai dengan kebutuhan bermain anak.

5. Waktu

Waktu adalah modal kerja yang harus dihargai. Seorang pengelola harus menghitung jam efektif bekerja dan jumlah total hari kerja untuk menentukan penggajian kepada karyawan. Anak belajar di KB biasanya 2 jam sehari, sedang di TPA bervariasi. Ada TPA yang menyediakan layanan insidental (per jam) paruh hari atau sehari penuh.

6. Adminsitrasi

Administrasi di KB secara umum terdiri dari aspek-aspek administrasi berikut ini :

a. Administrasi Program Pembelajaran
b. Administrasi Pengelolaan Kegiatan
c. Administrasi Keuangan
d. Adminsitrasi Kepegawaian


B. Pelaksanaan kegiatan pengembangan di Tempat Penitipan Anak

Taman Penitipan Anak (child care centre) adalah wahana asuhan kesejahteraan sosial yang berfungsi sebagai pengganti keluarga untuk waktu tertentu bagi anak yang orang tuanya berhalangan, tidak mampu, atau tidak punya waktu untuk memberikan pelayanan kebutuhan kepada anaknya. Selain itu, Taman Penitipan Anak juga disebut sebagai wahana pendidikan dan pembinaan kesejahteraan anak yang berfungsi sebagai pengganti keluarga untuk jangka waktu tertentu selama orang tuanya berhalangan atau tidak memiliki waktu yang cukup.

Tahap-tahap pelaksanaan pengembangan kegiatan di TPA antara lain : tujuan, landasan yuridis, sasaran, pengelompokkan anak, persyaratan, lingkungan, pemeliharaan kebersihan, perizinan, keamanan, kesehatan, higiene dan gizi serta pembiayaan. Prosedur pelaksanaan kegiatan pengembangan di TPA antara lain meliputi kurikulum dan evaluasi. Proses kegiatan pengembangan di TPA perlu memperhatikan beberapa unsur yang terdiri dari materi, metode, media, evaluasi, sumber daya manusia (pendidik, pengelola, dan pengasuh atau perawat), sarana prasarana, kompetensi hasil keluaran, pembinaan dan site plan.


Makalah ini tidak sepenuhnya dapat dipaparkan karena terlalu banyak, baik dalam bentuk tabel dan lainnya, oleh karena Jika anda menginginkannya, Anda dapat mendownloadnnya dalam bentuk Doc disini.


DAFTAR PUSTAKA
§  Arikunto, Suharsimi. (1992). Pengelolaan Kelas dan Siswa Sebuah Pendekatan Evaluatif. Jakarta : Rajawali.
§  Alexander, et.al. (1988). Teaching Reading. Glenview: Scott, Fortesman and Company.
§  Anggani Sudono, (2006). Sumber Belajar dan Alat Permainan Untuk Pendidikan Usia Dini. Jakarta : Grasindo.
§  Carrol Ja. (1991). Centers for Early Learners Throughout the Year. Chartage: Good Apple.
§  Cucu Eliyawati. (2005). Pemilihan dan Pengembangan Sumber Belajar untuk Anak Usia Dini. Jakarta : Depdiknas. Ditjen Dikti.
§  Coughlin, et al. (1992). Menciptakan Kelas yang berpusat pada Anak. Terjemahan. Washington DC: Children’s Resources International,Inc.
§  Depdiknas. (2002). Acuan Menu Pembelajaran Pada Kelompok Bermain. Jakarta: Depdiknas Direktorat Jendral Pendidikan Luar Sekolah Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini.
§  Depdiknas. (2007). Pedoman Teknis Penyelenggaraan Taman Penitipan Anak. Jakarta : Depdiknas Direktorat Jendral Pendidikan Luar Sekolah Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini.
§  Direktorat PAUD, Ditjen PLS. (2006). Pedoman Teknis Penyelenggaraan Taman Penitipan Anak. Jakarta : Depdiknas
§  Direktorat PAUD, Ditjen PLS. (2006). Pedoman Teknis Penyelenggaraan Kelompok Bermain. Jakarta : Depdiknas
§  Dombro, Amy, Laura, et al. (2001). The Creative Curriculum for Infants and Toddlers. Washington : Teaching Strategies.
§  Dodge, Diane Trister and Laura J. Colker. (2006). The Creative Curriculum for Early Childhood. 4th Edition. Washington D.C : Teaching Strategies.
§  Depdiknas (2002). Acuan Menu Pembelajaran pada Taman Penitipan Anak. Jakarta: Depdiknas Direktorat Jendral Pendidikan Luar Sekolah Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini.
§  Depdiknas (2002). Acuan Penyelenggaraan Kelompok Bermain. Jakarta: Depdiknas Direktorat Jendral Pendidikan Luar Sekolah Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini.
§  Depdiknas. (2006). Pedoman Penerapan Pendekatan Sentra dan Lingkaran (BCCT) dalam Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta : Depdiknas.
§  Depdiknas. (2006). Pedoman Penerapan Pendekatan ”Beyond Centers and Circle Time (BCCT)” (Pendekatan Sentra dan Lingkaran) dalam Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta:Depdiknas.
§  Dockett, Sue dan Marilyn Fleer. (2002). Play and Pedagogy in Early Childhood, Australia: Thomson Learning, Inc.
§  Feeney, Stephanie, Doris Christensen, and Eva Moravcik. (2006). Who am I in The Lives of Children? Ohio: Pearson.
§  Flodd, James dan Lapp, Diane (1981). Language/Reading Instruction for the Young Child. New York : Mac Milan Publisher.
§  Fowler, William. (2002). Infant & Child Care: Aguide Education In Group Setting. Boston: Allyn & Bacon.

§  Ibrahim, R & Syaodih. (2003). Perencanaan Pengajaran. Jakarta : Rineka Cipta.

KONSEP-KONSEP DASAR PAUD

KONSEP-KONSEP DASAR PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
  
A.    Pengertian dan Karakteristik Anak Usia Dini

Dalam undang-undang tentang sistem pendidikan nasional dinyatakan bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (UU Nomor 20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1 Ayat 14).

Anak usia dini adalah anak yang baru dilahirkan sampai usia 6 tahun. Usia ini merupakan usia yang sangat menentukan dalam pembentukan karakter dan kepribadian anak (Yuliani Nurani Sujiono, 2009: 7). Usia dini merupakan usia di mana anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Usia dini disebut sebagai usia emas (golden age). Makanan yang bergizi yang seimbang serta stimulasi yang intensif sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tersebut.
Ada berbagai kajian tentang hakikat anak usia dini, khususnya anak TK diantaranya oleh Bredecam dan Copple, Brener, serta Kellough (dalam Masitoh dkk., 2005: 1.12 – 1.13) sebagai berikut.

1.   Anak bersifat unik.

2.   Anak mengekspresikan perilakunya secara relatif spontan.

3.   Anak bersifat aktif dan enerjik.

4.   Anak itu egosentris.

5.  Anak memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan antusias terhadap banyak hal.

6.   Anak bersifat eksploratif dan berjiwa  petualang.

7.   Anak umumnya kaya dengan fantasi.

8.   Anak masih mudah frustrasi.

9.   Anak masih kurang pertimbangan dalam bertindak.

10.   Anak memiliki daya perhatian yang pendek.

11.   Masa anak merupakan masa belajar yang paling potensial.

12.   Anak semakin menunjukkan minat terhadap teman.

B.   Prinsip-prinsip Perkembangan Anak Usia Dini

Prinsip-prinsip perkembangan anak usia dini berbeda dengan prinsip-prinsip perkembangan fase kanak-kanak akhir dan seterusnya. Adapun prinsip-prinsip perkembangan anak usia dini menurut Bredekamp dan Coople (Siti Aisyah dkk., 2007 : 1.17 – 1.23) adalah sebagai berikut.

1.  Perkembangan aspek fisik, sosial, emosional, dan kgnitif anak saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu sama lain.

2.  Perkembangan fisik/motorik, emosi, social, bahasa, dan kgnitif anak terjadi dalam suatu urutan tertentu yang relative dapat diramalkan.

3.  Perkembangan berlangsung dalam rentang yang bervariasi antar anak dan antar bidang pengembangan dari masing-masing fungsi.

4.  Pengalaman awal anak memiliki pengaruh kumulatif dan tertunda terhadap perkembangan anak.

5.  Perkembangan anak berlangsung ke arah yang makin kompleks, khusus, terorganisasi dan terinternalisasi.

6.  Perkembangan dan cara belajar anak terjadi dan dipengaruhi oleh konteks social budaya yang majemuk.

7.  Anak adalah pembelajar aktif, yang berusaha membangun pemahamannya tentang tentang lingkungan sekitar dari pengalaman fisik, sosial, dan pengetahuan yang diperolehnya.

8.  Perkembangan dan belajar merupakan interaksi kematangan biologis dan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial.

9.  Bermain merupakan sarana penting bagi perkembangan social, emosional, dan kognitif anak serta menggambarkan perkembangan anak.

10.   Perkembangan akan mengalami percepatan bila anak berkesempatan untuk mempraktikkan berbagai keterampilan yang diperoleh dan mengalami tantangan setingkat lebih tinggi dari hal-hal yang telah dikuasainya.

11.   Anak memiliki modalitas beragam (ada tipe visual, auditif, kinestetik, atau gabungan dari tipe-tipe itu) untuk mengetahui sesuatu sehingga dapat belajar hal yang berbeda pula dalam memperlihatkan hal-hal yang diketahuinya.

12.  Kondisi terbaik anak untuk berkembang dan belajar adalam dalam komunitas yang menghargainya, memenuhi kebutuhan fisiknya, dan aman secara fisik dan fisiologis.

C.   Pendidikan Anak Usia Dini

1.  Jalur Penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini

Dalam undang-undang tentang sistem pendidikan nasional dinyatakan bahwa pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (UU Nomor 20 Tahun 2003 (Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional) Bab I Pasal 1 Ayat 14).

Dalam pasal 28 ayat 3 Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-kanak (TK), Raudathul Athfal, atau bentuk lain yang sederajat. 

2.  Satuan Pendidikan Anak Usia Dini

Satuan pendidikan anak usia dini merupakan institusi pendidikan anak usia dini yang memberikan layanan pendidikan bagi anak usia lahir sampai dengan 6 tahun. Di Indonesia ada beberapa lembaga pendidikan anak usia dini yang selama ini sudah dikenal oleh masyarakat luas, yaitu:

a.  Taman Kanak-kanak (TK) atau Raudhatul Atfal (RA)

TK merupakan bentuk satuan pendidikan bagi anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan bagi anak usia 4 sampai 6 tahun, yang terbagi menjadi 2 kelompok : Kelompok A untuk anak usia 4 – 5 tahun dan Kelompok B untuk anak usia 5 – 6 tahun.

b.  Kelompok Bermain (Play Group)

Kelompok bermain berupakan salah satu bentuk pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal yang menyelenggarakan program pendidikan sekaligus program kesejahteraan bagi anak usia 2 sampai dengan 4 tahun (Yuliani Nurani Sujiono, 2009: 23)

c.  Taman Penitipan Anak (TPA)

Taman penitipan anak merupakan salah satu bentuk pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan non formal yang menyelenggarakan program pendidikan sekaligus pengasuhan dan kesejahteraan anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun. TPA adalah wahana pendidikan dan pembainaan kesejahteraan anak yang berfungsi sebagai pengganti keluarga untuk jangka waktu tertentu selama orang tuanya berhalangan atau tidak memiliki waktu yang cukup dalam mengasuh anaknya karena bekerja atau sebab lain (Yuliani Nurani Sujiono, 2009: 24). 

D.    Landasan Pendidikan Anak Usia Dini

1.   Landasan Yuridis Pendidikan Anak Usia Dini

Dalam Amandemen UUD 1945 pasal 28 B ayat 2 dinyatakan bahwa ”Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.

Dalam UU NO. 23 Tahun 2002 Pasal 9 Ayat 1 tentang Perlindungan Anak dinyatakan bahwa ”Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasarnya sesuai dengan minat dan bakatnya”.

Dalam UU NO. 20 TAHUN 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1, Pasal 1, Butir 14 dinyatakan bahwa ”Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”. Sedangkan pada pasal 28 tentang Pendidikan Anak Usia Dini dinyatakan bahwa ”(1) Pendidikan Anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar, (2) Pendidkan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidkan formal, non formal, dan/atau informal, (3) Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal: TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat, (4) Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan non formal: KB, TPA, atau bentuk lain yang sederajat, (5) Pendidikan usia dini jalur pendidikan informal: pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan, dan (6) Ketentuan mengenai pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.”

2.    Landasan Filosofis Pendidikan Anak Usia Dini

Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memanusiakan manusia. Artinya melalui proses pendidikan diharapkan terlahir manusia-manusia yang baik. Standar manusia yang “baik” berbeda antar masyarakat, bangsa atau negara, karena perbedaan pandangan filsafah yang menjadi keyakinannya. Perbedaan filsafat yang dianut dari suatu bangsa akan membawa perbedaan dalam orientasi atau tujuan pendidikan.

Bangsa Indonesia yang menganut falsafah Pancasila berkeyakinan bahwa pembentukan manusia Pancasilais menjadi orientasi tujuan pendidikan yaitu menjadikan manusia indonesia seutuhnya.Bangsa Indonesia juga sangat menghargai perbedaan dan mencintai demokrasi yang terkandung dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang maknanya “berbeda tetapi satu.” Dari semboyan tersebut bangsa Indonesia juga sangat menjunjung tinggi hak-hak individu sebagai mahluk Tuhan yang tak bisa diabaikan oleh siapapun. Anak sebagai mahluk individu yang sangat berhak untuk mendaptkan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Dengan pendidikan yang diberikan diharapkan anak dapat tumbuh sesuai dengan potensi yang dimilkinya, sehingga kelak dapat menjadi anak bangsa yang diharapkan. Bangsa Indonesia yang menganut falsafah Pancasila berkeyakinan bahwa pembentukan manusia Pancasilais menjadi orientasi tujuan pendidikan yaitu menjadikan manusia indonesia seutuhnya Sehubungan dengan pandangan filosofis tersebut maka kurikulum sebagai alat dalam mencapai tujuan pendidikan, pengembangannya harus memperhatikan pandangan filosofis bangsa dalam proses pendidikan yang berlangsung.

3.    Landasan Keilmuan Pendidikan Anak Usia Dini

Konsep keilmuan PAUD bersifat isomorfis, artinya kerangka keilmuan PAUD  dibangun dari interdisiplin ilmu yang merupakan gabungan dari beberapa displin ilmu, diantaranya: psikologi, fisiologi, sosiologi, ilmu pendidikan anak, antropologi, humaniora, kesehatan, dan gizi serta neuro sains atau ilmu tentang perkembangan otak manusia (Yulianai Nurani Sujiono, 2009: 10).

Berdasarkan tinjauan secara psikologi dan ilmu pendidikan, masa usia dini merupkan masa peletak dasar atau fondasi awal bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Apa yang diterima anak pada masa usia dini, apakah itu makanan, minuman, serta stimulasi dari lingkungannya memberikan kontribusi yang sangat besar pada pertumbuhan dan perkembangan anak pada masa itu dan berpengaruh besar pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya. 

Pertumbuhan dan perkembangan anak tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan perkembangan struktur otak. Dari segi empiris banyak sekali penelitian yang menyimpulkan bahwa pendidikan anak usia dini sangat penting, karena pada waktu manusia dilahirkan, menurut Clark (dalam Yuliani Nurani Sujono, 2009) kelengkapan organisasi otaknya mencapai 100 – 200 milyard sel otak yang siap dikembangkan dan diaktualisasikan untuk mencapai tingkat perkembangan optimal, tetapi hasil penelitian menyatakan bahwa hanya 5% potensi otak yang terpakai karena kurangnya stimulasi yang berfungsi untuk mengoptimalkan fungsi otak. 
  
LANDASAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
A. LANDASAN YURIDIS
UUD 1945 pasal 28B ayat 2,
“Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh & berkembang serta
berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi“
UU No 23 tahun 2002 pasal 9 ayat 1, tentang Perlindungan Anak ,
“Setiap anak berhak memperoleh pendidikan & pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat
dan bakatnya“
UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
Bab 1, Pasal 1, Butir 14  dinyatakan bahwa
Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan
kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui
pemberian ransangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar  anak memiliki kesiapan dalam
memasuki pendidikan lebih lanjut.
Pasal 28 tentang Pendidikan Anak Usia Dini dinyatakan bahwa:
1. PAUD diselenggarakan sebelum jenjang Pendidikan Dasar
2. PAUD dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, non formal dan/atau
informal
3. PAUD jalur pendidikan formal: TK, RA atau bentuk lain yang sederajat
4. PAUD jalur pend non formal: KB, TPA, atau bentuk lain yang sederajat
5. PAUD jalur pend informal: pendidikan keluarga atau pendidikan yang
diselenggarakan oleh lingkungan
B. LANDASAN FILOSOFIS
C. LANDASAN KEILMUAN
 Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memanusiakan
manusia.
 Pembentukan manusia Pancasilais menjadi orientasi tujuan
pendidikan (manusia Indonesia seutuhnya)
• Wittrock, perkembangan anak berkaitan dengan
perkembangan struktur otak yang sangat penting untuk
pengembangan kapasitas berpikir manusia
• Jean Piaget mengemukakan anak belajar melalui interaksi
dengan lingkungannya dan guru berperan sebagai fasilitator
• Lev Vigostsky meyakini pengalaman interaksi sosial sangat
penting bagi perkembangan proses berpikir anak
• Howard Gardner menyatakan tentang kecerdasan jamak
dalam perkembangan manusia
  
E.   Tujuan Pendidikan Anak Usia Dini

Secara umum tujuan pendidikan anak usia dini adalah mengembangkan berbagai potensi anak sejak dini sebagai persiapan untuk hidup dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Secara khusus tujuan pendidikan anaka usia dini adalah (Yuliani Nurani Sujiono, 2009: 42 – 43):

1.    Agar anak percaya akan adanya Tuhan dan mampu beribadah serta mencintai sesamanya.

2.    Agar anak mampu mengelola keterampilan tubuhnya termasuk gerakan motorik kasar dan motorik halus, serta mampu menerima rangsangan sensorik.

3.    Anak mampu menggunakan bahasa untuk pemahaman bahasa pasif dan dapat berkomunikasi secara efektif sehingga dapat bermanfaat untuk berpikir dan belajar.

4.    Anak mampu berpikir logis, kritis, memberikan alasan, memecahkan masalah dan menemukan hubungan sebab akibat.

5.    Anak mampu mengenal lingkungan alam, lingkungan social, peranan masyarakat dan menghargai keragaman social  dan budaya serta mampu mngembangkan konsep diri yang positif dan control diri.

6.    Anak memiliki kepekaan terhadap irama, nada, berbagai bunyi, serta menghargai karya kreatif.

F.    Prinsip-prinsip Pendidikan Anak Usia Dini

Pendidikan anak usia dini pelaksanaannya menggunakan prinsip-prinsip (Forum PAUD, 2007) sebagai berikut.

1.  Berorientasi pada Kebutuhan Anak

Kegiatan pembelajaran pada anak harus senantiasa berorientasi kepada kebutuhan anak. Anak usia dini adalah anak yang sedang membutuhkan upaya-upaya pendidikan untuk mencapai optimalisasi semua aspek perkembangan baik perkembangan fisik maupun psikis, yaitu intelektual, bahasa, motorik, dan sosio emosional.

2.  Belajar melalui bermain

Bermain merupakan saran belajar anak usia dini. Melalui bermain anak diajak untuk bereksplorasi, menemukan, memanfaatkan, dan mengambil kesimpulan mengenai benda di sekitarnya.

3.  Menggunakan lingkungan yang kondusif

Lingkungan harus diciptakan sedemikian rupa sehingga menarik dan menyenangkan dengan memperhatikan keamanan serta kenyamanan yang dapat mendukung kegiatan belajar melalui bermain.

4.  Menggunakan pembelajaran terpadu

Pembelajaran pada anak usia dini harus menggunakan konsep pembelajaran terpadu yang dilakukan melalui tema. Tema yang dibangun harus menarik dan dapat membangkitkan minat anak dan bersifat kontekstual. Hal ini dimaksudkan agar anak mampu mengenal berbagai konsep secara mudah dan jelas sehingga pembelajaran menjadi mudah dan bermakna bagi anak.

5.  Mengembangkan berbagai kecakapan hidup

Mengembangkan keterampilan hidup dapat dilakukan melalui berbagai proses pembiasaan. Hal ini dimaksudkan agar anak belajar untuk menolong diri sendiri, mandiri dan bertanggungjawab serta memiliki disiplin diri.

6.  Menggunakan berbagai media edukatif dan sumber belajar

Media dan sumber pembelajaran dapat berasal dari lingkungan alam sekitar atau bahan-bahan yang sengaja disiapkan oleh pendidik /guru.

7.  Menggunakan berbagai media edukatif dan sumber belajar

Pembelajaran bagi anak usia dini hendaknya dilakukan secara bertahap, dimulai dari konsep yang sederhana dan dekat dengan anak. Agar konsep dapat dikuasai dengan baik hendaknya guru menyajikan kegiatan–kegiatan yang berluang .

Referensi

Masitoh dkk. (2005) Strategi Pembelajaran TK. Jakarta: 2005.

Patmonodewo, Soemiarti. (2003) Pendidikan Anak Prasekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

Siti Aisyah dkk. (2007) Perkembangan dan Konsep Dasar Pengembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Universitas Terbuka.

Sujiono, Yuliani Nurani. (2009) Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT Indeks.

KURIKULUM PAUD (BAB II LANDASAN PAUD)
LANDASAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

A. Landasan Yuridis

1. Dalam Amandemen UUD 1945 pasal 28 B ayat 2 dinyatakan bahwa ”Setiap anak
berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.

2. Dalam UU NO. 23 Tahun 2002 Pasal 9 Ayat 1 tentang Perlindungan Anak
dinyatakan bahwa ”Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam
rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasarnya sesuai dengan minat dan
bakatnya”.

3. Dalam UU NO. 20 TAHUN 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1, Pasal 1,
Butir 14 dinyatakan bahwa ”Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya
pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang
dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut”. Sedangkan pada pasal 28 tentang Pendidikan Anak Usia
Dini dinyatakan bahwa ”(1) Pendidikan Anak usia dini diselenggarakan sebelum
jenjang pendidikan dasar, (2) Pendidkan anak usia dini dapat diselenggarakan
melalui jalur pendidkan formal, non formal, dan/atau informal, (3) Pendidikan
anak usia dini jalur pendidikan formal: TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat,
(4) Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan non formal: KB, TPA, atau bentuk
lain yang sederajat, (5) Pendidikan usia dini jalur pendidikan informal:
pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan, dan (6)
Ketentuan mengenai pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.”

B. Landasan Filosofis

Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memanusiakan manusia. Artinya melalui
proses pendidikan diharapkan terlahir manusia-manusia yang baik. Standar manusia
yang “baik” berbeda antar masyarakat, bangsa atau negara, karena perbedaan
pandangan filsafah yang menjadi keyakinannya. Perbedaan filsafat yang dianut
dari suatu bangsa akan membawa perbedaan dalam orientasi atau tujuan pendidikan.

Bangsa Indonesia yang menganut falsafah Pancasila berkeyakinan bahwa pembentukan
manusia Pancasilais menjadi orientasi tujuan pendidikan yaitu menjadikan manusia
indonesia seutuhnya.Bangsa Indonesia juga sangat menghargai perbedaan dan
mencintai demokrasi yang terkandung dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang
maknanya “berbeda tetapi satu.” Dari semboyan tersebut bangsa Indonesia juga
sangat menjunjung tinggi hak-hak individu sebagai mahluk Tuhan yang tak bisa
diabaikan oleh siapapun. Anak sebagai mahluk individu yang sangat berhak untuk
mendaptkan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Dengan
pendidikan yang diberikan diharapkan anak dapat tumbuh sesuai dengan potensi
yang dimilkinya, sehingga kelak dapat menjadi anak bangsa yang diharapkan.
Melalui pendidikan yang dibangun atas dasar falsafah pancasila yang didasarkan
pada semangat Bhineka Tunggal Ika diharapkan bangsa Indonesia dapat menjadi
bangsa yang tahu akan hak dan kewajibannya untuk bisa hidup berdampingan, tolong
menolong dan saling menghargai dalam sebuah harmoni sebagai bangsa yang
bermartabat.

Sehubungan dengan pandangan filosofis tersebut maka kurikulum sebagai alat dalam
mencapai tujuan pendidikan, pengembangannya harus memperhatikan pandangan
filosofis bangsa dalam proses pendidikan yang berlangsung.

Landasan Keilmuan

Landasan keilmuan yang mendasari pentingnya pendidikan anak usia dinii
didasarkan kepada beberapa penemuan para ahli tentang tumbuh kembang anak.
Pertumbuhan dan perkembangan anak tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan
perkembangan struktur otak. Menurut Wittrock (Clark, 1983), ada tiga wilayah
perkembangan otak yang semakin meningkat, yaitu pertumbuhan serabut dendrit,
kompleksitas hubungan sinapsis, dan pembagian sel saraf. Peran ketiga wilayah
otak tersebut sangat penting untuk pengembangan kapasitas berpikir manusia.
Sejalan dengan itu Teyler mengemukakan bahwa pada saat lahir otak manusia berisi
sekitar 100 milyar hingga 200 milyar sel saraf. Tiap sel saraf siap berkembang
sampai taraf tertinggi dari kapasitas manusia jika mendapat stimulasi yang
sesuai dari lingkungan.

Jean Piaget (1972) mengemukakan tentang bagaimana anak belajar:“ Anak belajar
melalui interaksi dengan lingkungannya. Anak seharusnya mampu melakukan
percobaan dan penelitian sendiri. Guru bisa menuntun anak-anak dengan
menyediakan bahan-bahan yang tepat, tetapi yang terpenting agar anak dapat
memahami sesuatu, ia harus membangun pengertian itu sendiri, dan ia harus
menemukannya sendiri.” Sementara Lev Vigostsky meyakini bahwa : pengalaman
interaksi sosial merupakan hal yang penting bagi perkembangan proses berpikir
anak. Aktivitas mental yang tinggi pada anak dapat terbentuk melalui interaksi
dengan orang lain. Pembelajaran akan menjadi pengalaman yang bermakna bagi anak
jika ia dapat melakukan sesuatu atas lingkungannya. Howard Gardner menyatakan
tentang kecerdasan jamak dalam perkembangan manusia terbagi menjadi: kecerdasan
bodily kinestetik, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan interpersonal,
kecerdasan naturalistik, kecerdasan logiko – matematik, kecerdasan visual – ..


LANDASAN PENGENGEMBANGAN KURIKULUM
Landasan Pengembangan Kurikulum
Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan empat landasan utama dalam pengembangan kurikulum, yaitu: (1) filosofis; (2) psikologis; (3) sosial-budaya; dan (4) ilmu pengetahuan dan teknologi. Tapi sebelum uraian tentang landasan pengembangan kurikulum dari Nana Syaodih Sukmadinata kita lihat faktor-faktor pengembangan kurikulum .
1.      FILOSOFI merupakan konseptual dan ideal :Sasaran pendidikan (tujuannya?) Proses pendidikan (bagaimana caranya?) Pendidik-siswa (siapa peserta didik, siapa pendidik?)
2.      PSIKOLOGIS rencana belajar untuk pengalaman Perkembangan siswa Karakteristik siswa Metode belajar-mengajar
3.      SOSIAL BUDAYA dalam hal ini masyarakat (siswa, keluarga, masyarakat umum) merupakan sesuatu yang nyata Perubahan tata nilai Perubahan tuntutan kehidupan Perubahan tuntutan kerja
4.      ILMU DAN TEKNOLOGI arahnya bahwa pendidikan tidak hanya untuk sekarang tetapi untuk masa depan Teori baru Teknologi baru Menurut Hansiswany Kamarga dalam Landasan Dan Prinsip Pengembangan Kurikulum
Landasan Filosofis Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan kuikulum. Sama halnya seperti dalam Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan pada berbagai aliran filsafat, seperti : perenialisme, essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme. Dalam pengembangan kurikulum berlandaskan pada aliran-aliran filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan. Hubungan Antara Filsafat Dengan Filsafat Pendidikan, menurut Donald Butler (1957), filsafat memberikan arah & metodologi terhadap praktek pendidikan; praktek pendidikan memberikan bahan bagi pertimbangan filsafat, Brubacher (1950), mengemukakan 4 pandangan tentang hubungan ini Filsafat merupakan dasar utama dalam filsafat pendidikan, Filsafat merupakan bunga, bukan akar pendidikan, Filsafat pendidikan berdiri sendiri sebagai disiplin yang mungkin memberi keuntungan dari kontak dengan filsafat, tetapi kontak tersebut tidak penting, Filsafat dan teori pendidikan menjadi satu sedangkan menurut pandangan John Dewey, filsafat dan filsafat pendidikan adalah sama, seperti pendidikan sama dengan kehidupan
Dengan merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati (2003), di bawah ini diuraikan tentang isi dari-dari masing-masing aliran filsafat, kaitannya dengan pengembangan kurikulum.
a. Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini menekankan pada kebenaran absolut , kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.
b. Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga untuk hidup di masyarakat. Sama halnya dengan perenialisme, essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu.
c. Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan makna. Untuk memahami kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri. Aliran ini mempertanyakan : bagaimana saya hidup di dunia ? Apa pengalaman itu ?
d. Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme merupakan landasan bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.
e. Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping menekankan tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis, memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu ? Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar dari pada proses.
Aliran Filsafat Perenialisme, Essensialisme, Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang mendasari terhadap pengembangan Model Kurikulum Subjek-Akademis. Sedangkan, filsafat progresivisme memberikan dasar bagi pengembangan Model Kurikulum Pendidikan Pribadi. Sementara, filsafat rekonstruktivisme banyak diterapkan dalam pengembangan Model Kurikulum Interaksional.
Masing-masing aliran filsafat pasti memiliki kelemahan dan keunggulan tersendiri. Oleh karena itu, dalam praktek pengembangan kurikulum, penerapan aliran filsafat cenderung dilakukan secara eklektif untuk lebih mengkompromikan dan mengakomodasikan berbagai kepentingan yang terkait dengan pendidikan.
Landasan Psikologis
Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan bahwa minimal terdapat dua bidang psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu (1) psikologi perkembangan dan (2) psikologi belajar. Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum. Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.
Masih berkenaan dengan landasan psikologis, Ella Yulaelawati memaparkan teori-teori psikologi yang mendasari Kurikulum Berbasis Kompetensi. Dengan mengutip pemikiran Spencer, Ella Yulaelawati mengemukakan pengertian kompetensi bahwa kompetensi merupakan “karakteristik mendasar dari seseorang yang merupakan hubungan kausal dengan referensi kriteria yang efektif dan atau penampilan yang terbaik dalam pekerjaan pada suatu situasi“.
Selanjutnya, dikemukakan pula tentang 5 tipe kompetensi, yaitu:
a.       motif; sesuatu yang dimiliki seseorang untuk berfikir secara konsisten atau keinginan untuk melakukan suatu aksi.
b.      bawaan; yaitu karakteristik fisik yang merespons secara konsisten berbagai situasi atau informasi.
c.       konsep diri; yaitu tingkah laku, nilai atau image seseorang;
d.      pengetahuan; yaitu informasi khusus yang dimiliki seseorang; dan
e.       keterampilan; yaitu kemampuan melakukan tugas secara fisik maupun mental.
Keterampilan dan pengetahuan cenderung lebih tampak pada permukaan ciri-ciri seseorang, sedangkan konsep diri, bawaan dan motif lebih tersembunyi dan lebih mendalam serta merupakan pusat kepribadian seseorang. Kompetensi permukaan (pengetahuan dan keterampilan) lebih mudah dikembangkan. Pelatihan merupakan hal tepat untuk menjamin kemampuan ini. Sebaliknya, kompetensi bawaan dan motif jauh lebih sulit untuk dikenali dan dikembangkan.
f.       Landasan Sosial-Budaya
Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Kita maklumi bahwa pendidikan merupakan usaha mempersiapkan peserta didik untuk terjun ke lingkungan masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan semata, namun memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat. Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun informal dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula. Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan. Dengan pendidikan, kita mengharapkan melalui pendidikan dapat lebih mengerti dan mampu membangun kehidupan masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan yang ada di masyakarakat. Karena setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki sistem-sosial budaya tersendiri yang mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota masyarakat. Salah satu aspek penting dalam sistem sosial budaya adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para warga masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat bersumber dari agama, budaya, politik atau segi-segi kehidupan lainnya.
Israel Scheffer (Nana Syaodih Sukamdinata, 1997) mengemukakan bahwa melalui pendidikan manusia mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban sekarang dan membuat peradaban masa yang akan datang.

Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki manusia masih relatif sederhana, namun sejak abad pertengahan mengalami perkembangan yang pesat. Berbagai penemuan teori-teori baru terus berlangsung hingga saat ini dan dipastikan kedepannya akan terus semakin berkembang. Dalam abad pengetahuan sekarang ini, diperlukan masyarakat yang berpengetahuan dengan standar mutu yang tinggi. Sifat pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai masyarakat sangat beragam dan canggih, sehingga diperlukan kurikulum yang disertai dengan kemampuan meta-kognisi dan kompetensi untuk berfikir dan belajar bagaimana belajar (learning to learn) dalam mengakses, memilih dan menilai pengetahuan, serta mengatasi siatuasi yang ambigu dan antisipatif terhadap ketidakpastian karena berbagai penemuan teknologi baru terus berkembang. Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, terutama dalam bidang transportasi dan komunikasi telah mampu merubah tatanan kehidupan manusia. Oleh karena itu, kurikulum seyogyanya arahnya bersifat tidak hanya untuk sekarang tetapi untuk masa depan dapat mengakomodir dan mengantisipasi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga peserta didik dapat mengimbangi dan sekaligus mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kepentingan bersama, kepnetingan sendiri dan kelangsungan hidup manusia.