Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sesuai dengan tujuan yang sudah ada seharusnya sistem pembelajaran di Indonesia mampu menciptakan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa serta berilmu pengetahuan yang tinggi.
Mereka yang beriman dan tidak mengotori iman mereka dengan kejahatan, maka bagi merekalah rasa aman sentosa dan mereka adalah orang-orang yang mendapat hidayah”
(QS. Al-An’am: 87)
Allah mengangkat mereka yang beriman diantara kamu dan mereka yang diberi karunia ilmu pengetahuan ke berbagai tingkat (derajat)”
(QS. al-Mujadalah: 11).
Mayoritas anak masih mempunyai sifat sensitif dan lemah, sangat mudah terpengaruh pada kesesatan, mudah dipengaruhi oleh sesuatu yang menimpa diri mereka sendiri atau keluarga.[1] Islam mengakui bahwa pada dasarnya manusia lahir dalam keadaan suci, yakni suci dari segala kotoran dan dosa. Yang ada pada bayi yang lahir itu adalah fitrah, yakni potensi beriman, berislam dan berihsan kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya. Pendapat John Locke sesungguhnnya sepuluh abad sebelumnya bisa ditemukan dalam hadits Nabi yang mengajarkan: “setiap anak lahir dalam keadaan putih, bersih, fitrah hingga kedua orangtuanya mendesainnya sebagai Yahudi, Nasrani, atau Majusi”(Hadits riwayat Bukhari, juz I: 1292). Nabi diikuti oleh tokoh-tokoh besar dalam pendidikan Islam seperti Ibnu Miskawaih (941-1030 M), Ibnu Hazm (w. 1064 M), Imam al-Ghazali (w. 1111 M), yang banyak menulis tentang akhlak dan pendidikan. Dalam konteks pendidikan, Islam menempatkan anak pada posisi yang amat penting. Karena tugas suci ini termasuk fardhu ‘ain bagi setiap orangtua, maka dosa besar bagi mereka yang tidak memperhatikan pendidikan agama anak. Pendidikan Islam sejak awal menekankan keimanan.
Dari kejelasan diatas bahwa pengaruh keluarga dan lingkungan yang tidak kondusif untuk Iman, Islam dan Ihsan itu telah merusak fitrah seseorang, dan mengotori jiwa seseorang. Untuk itu, Rasulullah diutus untuk mengembalikan manusia pada fitrah, dan untuk mensucikan kembali jiwa manusia dari segala yang mengotori jiwanya.
Missi Rasul Allah untuk mengembalikan manusia pada fitrahnya dan mensucikan jiwa dari segala yang mengotorinya. yang dalam hal ini Rasulullah saw bersabda tentang misi beliau diutus: “Innama bu’itstu li utammima makarimal akhlaq (Sesungguhnya aku ini diutus hanya untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia).”
Mengutip dalil yang kedua diatas, bahwa iman akan mendorong kita untuk berbuat baik guna mendapat ridlo Allah, dan ilmu akan melengkapi dengan kemampuan menemukan cara yang paling efektif dan tepat dalam pelaksanaan dorongan untuk berbuat baik tersebut. Dengan kata lain iman mendidik kita untuk mempunyai komitmen kepada nilai-nilai luhur, dan ilmu memberi kita kecakapan teknis guna merealisasikan.[2] Implementasi nilai luhur dapat dilakukan dengan perbuatan baik atau al hasanati (baik, atau dalam bahasa abstrak; indah). Perkataan yang kita terjemahkan dengan salah adalah sangat berlawanan dengan al-Hasanati. Ini bisa diterjemahan sebagai keburukan-baik dalam ucapan, perbuatan maupun pikiran.[3]
1. Pengertian Iman
Iman menurut bahasa adalah semata-mata membenarkan atau percaya. Dan diantara makna iman yang seperti ini adalah firman Allah Ta’ala sebagai hikayat perihal anak-anak ya’kub: dan kamu sekali-kali tidak akan percaya kepada kami. Dan menurut syara’: iman adalah membenarkan terhadap semua apa yang telah dibawa oleh Nabi saw.[4]
Allah telah menjanjikan banyak hal di dunia kepada orang-orang yang beriman, yang antara lain:
a. Kemenangan atas musuh-musuh mereka
Allah berfirman: “Kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beiman”. (Ar-Rum: 47)
b. Membela orang-orang mukmin
Firman Allah: “Sungguh, Allah membela orang-orang yang telah beriman”. (al-Hajj: 38)
c. Menjadi wali mereka
Firman Allah: “Allah adalah pelindung orang-orang yang beriman”. (al-Baqarah: 257)
d. Memberi petunjuk kepada Allah
Firman Allah: “Sungguh, Allah adalah pemberi petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus”. (al-Hajj: 54).
e. Menjamin bahwa orang kafir tidak akan bisa menguasai mereka
Firman Allah: “Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman”. (an-Nisa’: 141).
f. Kekuatan.
Firman Allah: “Padahal kekuatan itu milik Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang mukmin”. (al-Munafiqun: 8).
Iman yang benar itu adalah mencakup:[5]
a. Aqidah yang kokoh yang tidak tercampur debu keraguan.
b. Amal yang merealisasikan akidah (dalam dada orang yang beriman), sebagai konsekwensinya.
Karena keyakinan dalam hati saja tidak cukup untuk diterimanya iman. Misalnya, iblis memang yakin kepada Allah seperti termaktub dalam firman Allah,” ya Tuhanku, tangguhkanlah kepadaku sampai hari mereka dibangkitan”. (as-Shad: 79)
Kendati demikian Allah tetap menilainya kafir, karena kesombongannya dengan tidak mau menunaikan amal yang diperintahkan Allah.
2. Identifikasi Iman
Iman tidak akan terlepas dari aqidah. Karena aqidah kita adalah percaya kepada Allah, percaya kepada malaikat, kitab-kitab suci yang dituraunkan Allah, para rasul utusan Allah dan percaya kepada hari kemudian (akhirat) serta iman akan kadar baik dan buruk.[6]
Iman kepada malaikat bahwa semuanya hamba-hamba Allah yang mulia, sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-Anbiya: 26-27 yang artinya:
“Sebenarnya malaikat-malaikat itu adalah hamba-hamba yng dimuliakan. Mereka itu tidak pernah mendahuluiNya dengan perkataan dan mereka senantiasa mengerjakan perntah-perintah Allah”
Kita sebagai pendidik mengajarkan pada anak supaya percaya pada kitab-kitab Allah yang dijadikan sebagai hujjah bagi seluruh isi alam dan pegangan bagi mereka yang mengamalkan ajaran-ajaran Allah. Kitab suci memberi petunjuk dan pengetahuan bagi umat manusia dan untuk membenarkan kerasulan para rasul yang diutus oleh Allah. Firman Allah dalam surat al-Hadid:25):
“sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata. Dan telah Kami turunkan bersama mereka kitab dan neraca (keadilan) agar manusia dapat melaksanakan keadian”.
Kita mengenal di antara kitab-kitab Allah:
a. Taurat, kitab suci yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Musa AS. Kitab yang terpenting yang diturunkan kepada Bani Israil.
b. Injil, kitab suci yang dirunkan oleh Allah kepada Nabi Isa A.S. kitab ini befungsi menambah kebenaran Taurat dan melengkapinya.
c. Zabur, kitab suci yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Daud.
d. Suhuf Ibrahim dan Musa, berbentuk keping-kepingan yang disampaikan oleh Allah kepada Nabi Ibrahim dan Nabi Musa.
e. Al-Qur’an, kitab suci ang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Terakhir. Juga sebagai pembenaran kitab-kitab sebelumnya serta sekaligus menasekhnya, sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Maidah: 48:
“Membenarkan apa sebelumnya dari kitab-kitab dan sebagai batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain”.
3. Tujuan Iman
Mengutip pesan dari Nabi Muhammad “’alimu auladakum innahum khuliqu lizamanihim ghaira zamanikum. Artinya, didiklah anak-anakmu, seungguhnya mereka diciptakan untuk zamannya dan bukan untuk zamanmu.
Apabila tidak berlandaskan iman kepada Allah, malaikat, Rasul, dan hari akhir, maka manusia telah kembali mempraktikkan hukum jahiliyah dan Mendatangkan malapetaka bila dimplementasikam dalam pergaulan sehari-hari.[7]
Selain itu dengan iman, bisa membangkitkan muslimin dalam masalah agama, memantapkan hubungan mereka dengan Allah, keikhlasan ibadah mereka kepada Allah, mengikuti syari’at-Nya, berakhlak Islam.
4. Cara beriman
Adapun cara beriman sangat beragam, namun penulis hanya mengulas beberapa saja dalam salah satu kajian beberapa buku.
Cara beriman:
a. Iman kepada Allah
Yaitu dengan melakukan syiar-syiar agama dan berikrar terhadap syari’at Al-Qur’an.
b. Iman kepada Malaikat
Yaitu pengakuan secar tegas dan pasti bahwa malaikat tu ada dan merupakan makhluk sekaligus hamba Allah yang tunduk dan dimuliakan. Allah berfirman:
Dan malaikat-malaikat yang disisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tiada pula merasa letih. Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya. (al-Anbiya’: 19-20).
c. Iman kepada Rasul
Kenapa Allah mengutus para Rasul, adapun ikmah pengutusan para Rasul:[8]
1. memperkenalkan manusia kepada Tuhan dan penciptan.
2. Menegakkan dan menjaga agama, melarang berpecah belah.
3. Menyampaikan berita gembira kepada orang-orang beriman.
4. Memberi tauladan positif kepada manusia
5. Menyelamatkan manusia dari perpecahan soal prinsip kehidupan.
Diantara rasul itu, ada yang diceritakan Allah sehingga Ia menyebut nama-nama mereka. Akan tetapi juga ada yang tidak diceritakan kepada kita. Allah berfirman:
“Dan (Kami telah utus) beberapa Rasul yang Kami ceritakan (hal-hal) mereka kepadamu dahulu dan beberapa Rasul yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung. (an-Nisa’: 164)
Kita harus mengimani mereka, nama-nama Rasul yang diceritakan oleh Allah;
Dan Ismail, Ilyasa, Yunus dan Luth, dan semua (mereka itu) Kami lebihkan dari (lain-lain) manusia. (al-An’am: 86)
Sesungghnya Allah telah pilih Adam, Nuh, Keluarga Ibrahim dan keluarga Imran mebihi sekalian umat (di masa mereka). (Ali Imran: 33).
Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka, Salih. (Hud; 61).
d. Iman kepada Kitab Allah
Dengan merealisasikan kebajikan untuk semua kalangan, menghormati hak-hak azazi manusia, tolong-menolong baik secara individu maupun kelompok dan berupaya mendatangkan kebahagiaan dan ketentraman apabila kita menemukan perselisihan.
Allah berfirman:
“Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberi petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan amal shaleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar dan sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, kami sediakan bagi mereka azab yang pedih”. (QS. Al-Isra’: 9-10)
e. Iman kepada hari Akhir
Yaitu mempercayai tanda-tanda akan datangnya hari kiamat yang tadinya belum ada; kematian dengan rentetannya berupa siksaan dan nikmat kubur, tiupan sengkala, keluarnya makhlik dari kubur, proses yang terjadi disekitar kiamat, berupa kegoncangan besar dengan berbagai kesulitannya, rincian mengenai Hassyr (manusia dikumpulkan dipadang mahsyar), pembagian shuhuf, peradilan amal manusia, titian, haudl, syafaat, surga dengan kenikmatannya, neraka dengan azabnya, dll.
f. Iman kepada qadlo dan qodar
Allah telah berkehendak untuk menciptakan makhluk dan ia tentukan dengan qodar dan sifat tertentu. Firman Allah:
Dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya. (al-Furqon: 2)
Orang yang mengimani qadar Allah, tidak akan putus asa manakala ditimpa suatu bencana, juga tidak besar kepala manakala berhasil.
5. Mengembangkan potensi iman
Keimanan yang dimiliki seseorang bukan hanya iman yang termaktub dan termahsyur dalam rukun iman. Dengan begitu bisa diklaim bahwa iman mengalami perkembangan bukan perubahan, artinya keimanan bisa didapat dengan banyak selama itu mempunyai makna kebajikan.
Para pemikir barat pada era modern mengisyaratkan tentang adanya krisis manusia modern yang pada intinya kembali kepada kebutuhan mereka terhadap rohani. Satu-satunya solusi untuk krisis tersebut adalah kembali pada agama. Aksentuasinya, krisis ini menitik beratkan pada kembalinya ke fitroh (penyucian diri).
Iman sangat berpengaruh pada diri seseorang; menebarkan rasa aman dan ketenangan jiwa, membangkitkan ketenangan hati, serta memberikan limpahan perasaan bahagia bagi manusia. Sehingga manusia akan semakin percaya diri dan sabar dalam mengemban beban kehidupan.
William James (filosof dan ahli psikologi dari amerika) berpendapat bahwa terapi terbaik untuk mengobati kecemasan adalah iman. Ia juga mengatakan bahwa iman adalah kekuatan yang harus ada, guna membantu seseorang menjalani hidupnya. Hilangnya iman akan memperlemah potensinya dalam mengemban beban hidupnya. Ia juga berpendapat,”antara kita dengan Tuhan terdapat satu ikatan yang tidak mungkin terputus bila kita tunduk demi keagungannya. Niscaya akan terealisasi seluruh harapan dan cita-cita kita.” Ia juga berkata, ombak samudra atlantik yang menimbulkan suara gemuruh sama sekali tidak dapat memperkeruh ketenangan dasar laut yang paling dalam. Demikian pula yang imannya mendalam kepada Tuhan, pasti tercipta ketenangan yang tidak akan terpengaruh oleh gelombang permukaan yang bersifat sementara. Orang yang agamis akan terlepas dari kecemasan, senantiasa mampu menjaga keseimbangan, dan selalu siap menghadapi segala hal yang mungkin saja terjadi pada hari-hari mendatang.[9]”
Dalam al-Qur’an banyak sekali disebutkan “iman serta amanu”, ini menjustifikasi bahwa al-Qur’an membenarkan bahwa sesuatu yang baik bisa memicu keimanan.
Dalam surat al-Mukminun: 1-11 dijelaskan:
Orang yang beriman sungguh berjaya
Mereka yang khusuk dalam bershalat
Yang menghindari omong kosong sia-sia
Mereka yang giat menunaikan zakat
Mereka yang menjaga kehormatan
Mereka yang setia mengerjakan shalat
Merekalah para pewaris
Yang akan menerima surga firdaus
Mereka tinggal didalamnya selama-lamanya[10]
Dalam surat Al-An’am:151-153 dijelaskan mengenai perintah-perintah utama:
Katakanlah, marilah kubacakan apa yang diharamkan Tuhanmu kepadamu
1. Janganlah persekutukan Allah
2. Berbuat baiklah kepada ibu bapakmu.
3. Janganlah bunuh anak-anakmu karena (takut) kemiskinan. Kami beri kamu rezeki dan mereka juga.
4. Janganlah lakukan perbuatan keji, yang terbuka maupun tersembunyi.
5. Jangan mengambil nyawa seseorang yang diharamkan kecuali demi kebenaran.
6. Janganlah pergunakan harta anak yatim kecuali dengan cara lebih baik, sampai ia mencapai dewasa.
7. Sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Tiada Kami bebani seseorang kecuali menurut kemauannya.
8. Dan apabila kamu berkata, berusahalah berlaku adil, sekalipun mengenai kerabat.
9. Tepatilah anji dengan Allah. Demikian ia memerintahkan kepadamu supaya kamu menjadi ingat.
10. Inilah jalan-Ku yang lurus. Hendaklah kamu mengikutinya. Janganlah ikuti jalan (yang lain), sehingga kamu tercerai berai dari jalanNya. Demikianlah diperintahkan-Nya kepadamu, supaya kamu berakwa.
Dan masih banyak anjuran Al-Qur’an yang tidak termaktub disini.
6. Implementasi dalam ranah pendidikan anak usia dini
Dalam mengembangkan suatu potensi adalah tugas pendidik. Tujuannya membantu anak menjadi orang dewasa mandiri dalam kehidupan bermasyarakat. Jadi, anak harus mencapai kematangan baik intelektual maupun emosional. Seorang pembimbing harus memulai dengan mengenal yang dibimbing.[11]
Dalam dunia pendidikan khususnya anak usia dini, dalam pembiasan pembelajaran untuk mengembangkan potensi iman tentu berbeda dengan teori-teori yang secara struktur tujuannya sama dengan teori yang ada namun secara pembelajaran sungguh berbeda.
Untuk usia prasekolah, pengembangan kemampuan atau potensi beriman, misal iman kepada Allah dengan pembiasan mengucapkan kalimat syahadat, “Laa ilaaha Illa ‘l-Laah, Muhammadur Rasulullah”. Dengan mengucapkan kalimah ini merupakan kebulatan tekad bahwa orang yang membaca menandakan tidak mengakui keberadaan tuhan selain Allah. Serta pembiasaan shalat, karena shalat merupakan sarana komunikasi antara hamba dengan Tuhannya dan untuk membentengi dirinya dari perbuatan terkeji dan tercela.[12]
Dengan pembiasaan asmaul husna, anak juga dijelaskan tentang arti sifat-sifat Allah, Allah memilki asmaul Husna (nama-nama yang terbaik) dan sifat-sifat kesempurnaan dan luhur. Seseorangpun tidak mungkin mensifati Allah dengan sifat yang lebih baik dan utama dibandingkan sifat-sifat yang diberikan Allah kepada diri-Nya.
Ada kisah seorang wanita inggris yang suaminya masuk Islam atas bimbingan Syeh Abdullah Al-Hakimi, datang menghadap Syeh dan berdebat dengan mengatakan bahwa ia tidak akan beriman kepada Allah kecuali jika ia bisa melihat-Nya dengan mata kepala –astaghfirullah-. Syeh itu menjawab: “Apakah anda mencintai suami anda ini?” ia menjawab: “ya”. Syeh berkomentar: “saya tidak percaya itu”. Ia bertanya: “Lho, kenapa?”. Syeh menjawab:”Saya tidak percaya bahwa anda mencintai suami anda kecuali jika saya tahu dengan mata kepala apa cinta itu? Berapa bobotnya? Apa warnanya? Berapa panjang dan lebarnya?. Wanita itu menjawab:”Cinta itu memang ada, tetapi kita tidak bisa mengetahui wujudnya”. Syeh menjawab:”Allah punya contoh yang terbaik-kami percaya kepada-Nya. Ia terlalu besar untuk diliput. Banyak hal yang kita percayai adanya tetapi kita tidak bisa mempersepsi bagaimana wujudnya. Misalnya, tidur-ia datang tetapi kita tidak bisa mempersepsi bagaimana dia? Atau bagaimana bisa terjadi. Bahkan, mayoritas manusia itu tidak tahu bagaimana listrik itu, tetapi mereka mempercayai adanya.
Realisasi iman kepada Allah:
a. Ikhlas beribadah
b. Iman secara konsekuen
1. Membenarkan semua yang datang dari Allah
2. Taat kepada Allah
3. Menunaikan kewajiban dan meninggalkan larangan-Nya
4. Taubat dan mohon ampun.
5. Amar ma’ruf nahi munkar
6. Dll.
Dalam anak usia dini ini bisa dilakukan dengan:
1. Dalam visi misi lembaga PAUD tidak jarang untuk mencipta keimanan.
2. Dalam pembiasaan pembelajar tidak jarang pula keimanan selalu ditegakkkan, biasanya terkandung nilai moral;
a. Sabar dan disiplin
Merekalah yang dilimpahi pujian dan rahmad oleh Tuhannya, merekalah yng beroleh bimbingan. (al-Baqarah: 157).
b. Toleran
Tiada paksaan dalam agama. Sungguh, kebenaran jelas berbeda dari kesesatan. Maka barang siapa ingkar kepada Thagut (setan dan sembahan selain Allah) dan beriman kepada Allah, sungguh, i berpegang pada tali yang kuat, yang tiadakan putus. Dan Allah maha mendengar, maha tahu. (al-Baqarah: 256).
c. Pemaaf.
Sukalah memaafkan dan anjurkan orang berbuat baik, berpalinglah dari orang yang jahil. (al-A’raf:199).
d. Sopan santun.
Hai orang-orang yang beriman! Janganlah masuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta iin dan memberi salam penghuninya. Itu lebih baik bagimu, agar kamu perhatikan selalu. (an-Nur:27).
e. Bertegur sapa
Bila orang memberimu salam dengan salam yang baik balaslah dengan salam yang lebih baik, atau sedikitnya sama baiknya. Allah memperhitungkan segala sesuatu. (an-Nisa’: 86)
f. Saling menolong dan bekerjasama
Hendaklah kamu toong menolong dalam kebaika dan takwa, tapi janganlah tolong menolong dalam dosa dan permusuhan. (al-Maidah: 2).
g. Menghargai perasaan dan emosi
Hai orang yang beriman! Janganlah ada diantara kamu yang mengolok-olok orang lain. Mungkin (yang diolok-olok itu) lebih baik dari (yang mengolok-olok)..... (al-Hujurat: 11).
h. Berbuat ihsan
Berbuat baiklah sebagaimana Allah berbuat baik kepadamu (al-Qashash: 77)
i. Dapat dipercaya
Sungguh, Allah memerintahkan kepadamu menyampaikan amanat kepada orang yang berhak menerimanya. (an-Nisa’: 58).
j. Adil
Dan jika kamu menetapkan hukum antara manusia, hendaklah kamu menghukum dengan adil (an-Nisa’: 58)
Masih banyak penerapan yang dapat diberikan pada anak.
7. Hal-hal yang merusak iman
Jika iman sudah dimantapkan dalam hati, diamalkan, semua itu bisa saja hancur karena faktor-faktor dibawah ini:[13]
a. Kufur.
b. Syirik.
c. Murtad.
d. Munafiq.
[1] M. Fethullah Gulen, Menghidupkan Iman Dengan Mempelajari Tanda-tanda Kebesarannya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 142
[4] Syeikh Muhammad Al-Fudholi, Kifayatul ‘Awam, Pembahasan Ajaran Tauhid Ahlus Sunnah, (Surabaya: Mutiara Ilmu, 1997), hlm. 226
[6] Muhammad Saleh Al-Uthaimin, Apakah Yang Dimaksud Aqidah Ahlus sunnah Wal Jama’ah, (Surabaya: Bina Ilmu, 1985), hlm. 14
[9] Dr. Muhammad Utsman Najati, Ilmu Jiwaa dalam Al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Azam, 2005), hlm. 265.
[10] Thomas Ballantine Irving, Khurshid Ahmad, Muhammad Manazir Ahsan, Al-Qur’an Tentang Akidah dan Segala Amal-Ibadah Kita, (Jakarta: PT Grafindo Persada, 1996), hlm.145.
0 komentar:
Posting Komentar